Jumat, 18 Maret 2016

Masihkah pintu itu terbuka untukku, Tuhan?

Guntur terus bergemuruh diatas atas asramaku yang berada di Jalan Kalaiurang Km 7 Yogyakarta. Malam, sudah pukul 00.14 WIB ketika baru saja aku pulang dari Indomaret guna mengerjakan tugas Metode Numerik yang dosenku berikan minggu lalu. Kebiasaan yang baru muncul ketika kuliah, mengerjakan tugas 1 hari sebelum deadlinenya.

Sudah kuduga, lingkaran itu kembali lagi ke pikiranku. Lingkaran yang sangat sulit aku hilangkan walaupun sebenarnya lingkaran itu hampir 1 bulan musnah. Malam itu mereka kembali.

Astaga, tugasku belum selesai. Semalam aku baru saja mengerjakan 1 dari 3 nomor soal. Itupun belum sampai setengah dari penyelesaian soal nomor 1. Aku terbangun pukul 7.25 WIB, untung saja kelas PAAL hari itu yang harusnya pukul 7.00 sedang kosong. Oke, kelas Metode Numerik akan dimulai pukul 9.00. Handuk, peralatan mandi dan pakaian ganti segera aku raih kemudian terburu-buru ke kamar mandi. Astaga, kamar mandi yang berjumlah hanya dua buah sedang dipakai, oke masih cukup lama menuju pukul sembilan. Ha? Aku mendengus kesal, Tugas Metode Numerik belum aku selesaikan, ya Tuhan.

Segera setelah salah satu kamar mandi kosong, tanpa pikir panjang aku segera memasukinya. Membersihkan diri adalah kewajiban, menurutku.

Jam di HaPe bututku menunjukkan pukul 8.05 WIB, ketika aku mulai menemukan tempat dan duduk di KPFT, tanpa banyak comot segera aku buka laptop dan mengaktifkan internet dan membuka aplikasi Line. Kebiasan diatas, yang mengerjakan tugas sehari sebelum deadlinenya ada bukan dalam artian mengerjakan sendiri tugas tersebut. Namun dapat diartikan dengan meminta jawaban dari teman sekelas kemudian dikirimkan olehnya melalui pesan gambar Line. Line sangat berguna kawan.

Namun prasangkaku benar, hingga tugas tersebut diminta dikumpulkan oleh sang dosen, aku baru selesai menyelesaikan soal nomor 1 yang entahlah sepertinya banyak kesalahan, dan soal nomor 3 yang sepertinya acak-acakan di kertas folio milikku.
Oke, kelas 2 sks pagi itu selesai, tapi masih ada lanjutan 1 sks pada pukul 13.00 nantinya.
Aku berangkat ke SC perpustakaan pusat kampus, seperti biasa tidur. Menyelesaikan masalah, dengan cara tidur. Itu anggapanku sampai detik ini.

Cerita ini baru saja dimulai.

Setelah medapatkan posisi tidur yang sangat menyenangkan di SC, yaitu di atas sofa empuk. Akhirnya aku terbangun karena terganggu dengan adanya seorang wanita yang duduk dibelakangku. Setidaknya orang-orang yang kukenal dan memang juga sering ke SC telah berdatangan. Ada yang teman satu jurusan, ada teman satu daerah yang jurusan psikologi, dan ada tingkat jurusan sasindo. Kami semua berasal dari provinsi yang sama.

Aku bercerita kepada mereka bahwa aku tidak menyukai jurusanku yang sekarang.

Moodku sedang tidak baik minggu ini, buktinya aku sengaja tidak masuk kelas pukul 13.00

Nasrah, teman sesama kabupaten, yang jurusannya Psikologi mulai menganalisis apa yang aku pikirkan selama ini, apa masalah yang sedang ku hadapi. Percuma saja, aku saja bingung ada apa denganku. Aku selalu bertanya 'kenapa?' unutk sebuah pertanyaaan 'kenapa?'. Apa yang terjadi denganku? Aku sendiri entahlah, tak tahu.

Setidaknya aku berhasil memberikan informasi bahwa AKU ANAK LAPANGAN. 
Jurusanku yang sekarang tidak memberikan ilmu semasa sekali di alam sekitar secara langsung, mungkin ada sedikit sekali mata kuliah yang berhubungan dengan alam sekitar tapi itupun hanya berupa teori, tanpa praktik.

Aku, dengan dipererhatikan di samping kiri kanan oleh mereka mulai berselancar di internet mencari jurusan-jurusan yang dapat menggambarkan minatku. Aku berhasil menemukan sebuah jurusan di salah satu kampus teknik di surabaya, ITS, dengan nama jurusan Teknik Geofisika. Aku sedikit tahu dengan jurusan itu, yang tentu saja juga ada dalam program studi di UGM. Bedanya di UGM Geofisika tanpa kata 'Teknik' merupakan payungan dari Fakultas MIPA sedangkan Teknik Geofisika di ITS dibawahi oleh Fakultas TSP.

Aku tertarik dengan konsentrasi yang ada di Teknik Geofisika ITS, yaitu Mitigasi Bencana. Entahlah apa yang ada dipikiranku. Setahu yang dapat aku simpulkan selama ini, aku sangat sensitif dengan kata bencana, Volunteering. Jiwa ku sedang panas-panasnya ingin menjadi orang terdepan ketika ada tragedi, apakah ini baik atau buruk? Coba beri aku nasihat.

Oke diskusi kami mengambang dengan ditemukannya jurusan tersebut.

Malam harinya, aku mulai bertanya-tanya kepada kenalanku yang kuliah di ITB dan ITS.
Muslim, teman SMP dan SMA ku dulu, yang sekarang sedang menempuh pendidikan Teknik Pertambangan Fakultas TTM ITB. Aku tanyakan tentang Teknik Geofisika yang di ITB merupakan payungan dari FTTM. Diskusi di line berjalan alot, tentu saja karena muslim dan aku sebelumnya selalu berdiskusi tentang perkuliahan, keluh kesah kami terhadapat kampus dan jurusan. Tidak ada kesimpulan yang kami temukan.

Kemudian aku mulai berdiskusi dengan 'adik' yang kukenal di ITS.
Ditha, jurusan Teknik Industri ITS yang sangat dekat denganku, yang aku sendiri menganggapnya adik dalam arti sebenarnya. HAHA, diskusi juga berlangsung alot. Entahlah bagaimana dia menyikapi ku, karena sebelum-sebelumnya akulah yang sering memotivasinya dan teman-temannya yang lain untuk semangat berkuliah. Namun kali ini posisi tersebut disematkan kepadaku. Hingga akhirnya Ditha mengirimkan ini, yang baru aku baca paginya karena semalam aku telah pulas tertidur.

"dear kak ikki,

selamat malam waktu surabaya, ahh akhir2 ini kau berfikir keras sekali seperti professor. aku khawatir jidatmu akan berlipat2 dan uban mulai tumbuh di kepalamu.
 sudahlah, setahun belakangan ini kak ikki memang tenggelam dalam rasa yang baru kak ikki alami. tapi tolong rasakan hal lain. kak ikki hebatt, betapa kuatnya orang2 yang menyayangi dirimu menunggumu menjadi apa yang kak ikki inginkan yg membuat mereka lebih bahagia. kak ikki hebat, mungkin tidak disadari betapa banyak doa yang akan Tuhan kabulkan dan itu dari oraang2 yg senantiasa mendoakan dan mendukungmu. mereka ada, itu bukan dongeng. semoga aku tak salah menilai, kau selalu berfikir dan merasa dirimu bukan apa-apa. ingat! kak ikki hebat, maka Tuhan masih membuat kakimu kuat untuk berjalan melihat mereka yang sebenarnya mengharapkanmu, masih menguatkan punggungmu memikul bekal hidup kedepannya. 

maafkan atas kegabutanku, ditha mau tidur dulu ada kelas fisika besok pagi. semoga kak ikki selaluu bahagiaaa 😁😁😁😁😄😄"


Hingga di titik ini, aku masih belum mengerti apa yang sedang terjadi denganku. Aku harus berjalan kemana, dan bagaimana eharusnya aku berjalan?
Semoga kepercayaan Tuhan terhadapku dapat kembali.




Sampoerna Corner
Jumat, 10.35 WIB
18 Maret 2016


Ahmad Fikri
dengan senang kembali menulis setelah seminggu bingung untuk menuliskan apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar