Pagi ini, ragaku tidak lagi disuatu kampong akan sangat ku
rindukan. Tepat kemarin pagi, pesawat Garuda Indonesia mendarat di Bandar Udara Adi Sucipto Jogjakarta. Kucek social media line dan segera kuhubungi temanku
yang ingin menjemput. Kudapati sebuah screen shoot status facebook dan
komentarnya. Aku berjalan berat, tak kuat pijakanku menyentuh bumi, aku oleng.
Kuingat bahwa diriku sedang berada ditempat umum, segera kuperbaiki perasaan
yang hinggap dan terus berjalan keluar bandara. Status itu sempurna membakar
semangatku, kembali mengingatkan tekadku.
Kualleangi Tallanga Towalia.
Lebih kupilih tenggelam daripada harus kembali tanpa
apa-apa.
----
Perjalanan ku seminggu di kampung halaman melewati banyak
sekali pelajaran. Bertemu dengan orang-orang yang memang sudah ada dalam daftar
yang ingin kutemui, Dan menggali lebih dalam kehidupan mereka yang siapa tahu
bisa aku ambil hikmahnya.
List pertama non-keluarga yang kutemui adala kak Syukur.
Alumni Teknik Kimia UGM angkatan 2000. Lika-liku hidupnya semasa kuliah dan
kerja, ingin membawa ku jauh lebih dalam tentangnya dan tentang tujuannya
sebenarnya. Aku menyimpulkan sendiri semua hasil diskusi kami, walaupun kalau
ditanyai aku biasanya lupa dengan apa yang kami bicarakan. Namun aku juga mendapatkan
kesimpulan dari seorang kakak yang juga masuk dalam daftarku.
Kakak itu, sekaligus daftar tungguku, adalah kak Rahmat. Seorang volunteer sejati yang
memang menyukai apa yang dia kerjakan itu. Penggagas komunitas Pangkep
Initiative, yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan khususnya di wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Aku mulai mengenalnya dari facebook dan
pertama kali bertemu di Pangkep sekitar setahun yang lalu dan langsung akrab karena dia juga alumni Jogja. Memasukkannya dalam daftarku, karena suatu tujuan yang menurutku sama dan berbagai pengalaman
yang telah dilewatinya.
Berbeda dengan kak Syukur yang lebih menyaranku untuk
bertahan di Teknik Kimia yang prospek kerjanya sangat baik, kak Rahmat lebih
membuka pikiranku tentang mengikuti apa yang kumaui. Dia menjelaskan
lingkaran-lingkaran suatu prospek kerja dan lingkaran pesaingnya. Aku paham
saat itu, untuk sebuah prospek kerja yang besar, pesaing untuk lingkaran disitu
bahkan bisa lebih besar dari lingkarannya. Sedangkan untuk prospek kerja yang
kecil, juga hanya bersaing untuk orang-orang dilingkaran yang tidak jauh
berbeda.
Percakapan kami berhenti ketika adzan Ashar berkumandang,
namun kami sudah menghabiskan banyak sekali topik. Yang aku ingat tentang topik pembicaraan kami adalah mengenai
kesukaan akan sesuatu hal, yang sudah pernah kami bahas sebelumnya.
“Selesaikan dengan cepar, atau tinggalkan”
Itu juga yang kutulis besar-besar di dalam kamarku.
Perjalananku selama 3 minggu menurutku harus kututup sampai
disini. Setelah berbicara langsung denga kedua orang tuaku, yang Alhamdulillah
terus mendukung walaupun tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan
untuk meyakinkan mereka, namun mereka mengerti apa yang kurasakan. Suatu hari
nanti, jadi apa aku nanti itu adalah hanya untuk diriku sendiri, bukan untuk
mereka, katanya. Mereka hanya ingin melihatku menjadi orang, iya aku haaaarus
menjadi orang, dengan caraku sendiri. Namun sebelym menjadi orang, setidaknya
aku harus mengannggap orang lain seperti orang juga kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar