Festival Puncak Papua
Seleksi Tahap Akhir Relawan Pendaki Puncak Mandala
Haloo Genk,,,,
Teriakan-teriakan itu
yang terus berdengung selama 4 hari 3 malam di Kawasan Konservasi Masigit
Kareumbi dalam seleksi tahap akhir relawan pendaki Festival Puncak Papua.
Mandalaaaa,,,,
Teriakkan kami
membalas, tidak kalah semangat.
Akhirnya kami berlima
terpilih dari 525 pendaftar, suatu ketidakpercayaan karena pada awalnya
mendaftar hanya karena iseng.
Sebuah Kepercayaan
Nama saya Ahmad Fikri,
mahasiswa semester 3 jurusan Geografi Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta. Sebelum mengemban amanah sebagai calon geograf muda, saya pernah
berkuliah di jurusan Teknik Kimia di kampus yang sama. Cerita saya tentang
kepindahan dari Tekkim dapat di baca di blog pribadi saya. Namun sedikit
bocoran, selama 2 tahun pengelanaan saya di Tekkim akhirnya saya sadar bahwa
saya anak lapangan dan senang dengan kegiatan kemanusiaan yang tidak saya
dapatkan di bangku kelas.
Belum genap satu
semester kepindahan, saya percaya bahwa Geografi adalah jalan yang sangat cocok
dengan jiwa petualang yang saya miliki. Selain begitu senang dengan mata kuliah
yang ditawarkan berkat dosen yang selalu bercerita tentang tempat-tempat baru
dan alasan geografisnya, selalu ada kelas lapangan yang berdinding tebing dan
beratapkan langit dengan lampu matahari ataupun bulan-gemintang yang menerangi.
Kegiatan ekstrakurikuler yang saya ikuti juga menyesuaikan dengan minat saya,
petualangan dan kemanusiaan.
Hingga akhirnya dua
organisasi yang menjadi role-model saya,
WANADRI dan Indonesia Mengajar mencipta kolaborasi dengan menawarkan pengalaman
menjadi relawan pendaki dalam Ekspedisi Puncak Mandala Festival Puncak Papua.
Saya mendaftar dengan kepercayaan diri, menulis essay ketika kelas sedang
berlangsung, membuat video “kenapa saya layak” di ketinggian gunung diantara
ilalang. Kemudian video tersebut saya publikasi ke akun instagram saya (@m.ikkikay)
lalu ditertawakan oleh seluruh teman-teman, mungkin tawa merekalah yang mejadi
doa hingga mengantarkan saya ke titik ini.
Setelah menerima
kepercayaan dari teman-teman WANADRI dan Indonesia Mengajar, saya sadar bahwa
saya harus meminta ijin terlebih dahulu kepada orangtua dan kampus. Awalnya
orangtua sangat keras tidak merestui, ditambah kampus yang secara administrasi
belum bisa untuk ditinggalkan karena ijin cuti baru bisa keluar ketika telah
melewati semester keempat. Namun, berkat ijin semesta akhirnya orangtua dapat
merestui serta surat ijin cuti dari kampus dapat keluar tanpa kesulitan yang
berarti. Sebuah kepercayaan dari semuanya, yang tidak boleh saya lupakan.
Menjadi Relawan
Sebelum berangkat ke
Puncak Mandala (4760 mdpl) di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, kami harus
menjalani berbagai tahapan diantaranya diklat kelas, diklat lapangan 1 dan 2
serta light ekspedisi yang dilaksanakan selama bulan Februari hingga April
diberbagai tempat yang sesuai dengan target latihan.
Materi kelas berlangsung
pada 3-4 Februari 2018 di Markas Besar Wanadri Jalan Aceh No. 155. Kami
dibekali banyak sekali ilmu baru yang sebelumnya masih belum kami pahami.
Materi Wawasan Ekspedisi di hari pertama yang diberikan Kang Totok, yang
dulunya Ketua Ekspedisi Salu Uro Wanadri 2016, membuka pikiran kami bahwa
eksepdisi tidak sekedar berpetualang dengan berbagai keseruannya. Namun
diperlukan rencana yang benar-benar matang agar dapat mengurangi kesulitan dan
menghilangkan kerumitan berekspedisi.
Dilanjutkan materi
Logistik Ekspedisi, oleh Kang Sendi Nugraha, yang membuat kepala kami terlampau
pusing. Ternyata manajemen peralatan dan perbekalan dalam ekspedisi tidak
semudah seperti mendaki gunung biasa. Diperlukan pengaturan yang sesuai dan
adil agar pelaksanaan kegiatan tidak menemukan kendala. Juga materi dari Kang
Dadang, anggota Wanadri angkatan 1993, terkait Kesehatan Perjalanan. Bagaimana
mengatur perjalanan agar tetap sehat baik dari segi fisik, mental dan daya
tahan tubuh. Materi terakhir di hari itu adalah materi yang membutuhkan
kemampuan otak untuk berpikir, yaitu Pengantar Navigasi Darat, oleh Kang
Ismail, yang mengharuskan kami mengerti teori-teori Medan, Peta dan Kompas
sebelum dipraktekkan kelak pada tahapan diklat dan selama ekspedisi.
Esoknya, kelas dimulai
dengan materi Survival yang dibawakan oleh kang Sony Ozz yang juga anggota
Wanadri. Kang Sony Ozz ini telah melanglang buana di seluruh penjuru negeri.
Dengan kemampuan survivalnya khususnya membuat api dengan cara apa saja, makanya
beliau dijuluki sebagai Dewa Api. Materi ini mengingatkan saya dengan
pengalaman survival pada pendidikan dasar di kampus. Ternyata esensi survival
bukanlah berpuasa melainkan bagaimana caranya untuk dapat berperan sebagai
seniman di dalam hutan dengan mencari dan mengolah makanan/minuman yang tepat
serta membuat shelter dari bahan-bahan yang telah tersedia agar tidak
membahayakan diri.
Materi kelas ditutup
dengan materi Komunikasi Ekspedisi oleh Kang Aank, anggota Wanadri yang juga
salah satu dari tim Pendaki Puncak Mandala. Kata kang Aank, komunikasi itu
penting agar setiap kondisi dan kejadian yang terjadi dapat diketahui oleh tim
basecamp dan tim pusat sehingga kegiatan berjalan tanpa ada rasa khawatir oleh
keluarga dan kerabat yang ditinggal berkegiatan.
Tim kami, Tim Mandala
Festival Puncak Papua, baru saja menyelesaikan Diklat 1 dengan tema Navigasi
dan Survival, serta sebagai tahapan awal dalam mencairkan serta mengompakkan
kondisi tim yang berasal dari berbagai latar belakang sikap dan profesi. Diklat
yang diadakan di sekitar pegununga Tilu Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung
ini mempunyai kisah tersendiri. Dan summit-attack puncak Tambakruyung (1994
mdpl) adalah puncak dari diklat itu. Temukan keseruan dan semangatnya pada
tulisan khusus selanjutnya tentang puncak Tambakruyung.
Bandung, 24 Februari
2018
Ahmad Fikri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar