Kamis, 14 Juli 2016

Part 1: Maha Sempurna Skenario-Nya

Selamat pagi makassar.

Hari ini ragaku dibawa ke sebuah kota metropolitan disisi timur Indonesia, bukan disebuah kampung tempat berdomisili yang sebagian besar liburan kuhabiskan. Makassar, kota yang biasanya kusebut sebagai ibukota Indonesia Timur alias Jakarta-nya Indonesia Timur. 
Lama sekali, semenjak tulisan terakhirku diposting, kemudian dilanjutkan dengan beberapa post pendek yang ku share di Fan Page FB. Detik ini, jemariku kembali menari meliuk karena gatal, rindu menulis.
Kulihat 9.23 WITA 13/7/2016 terpampang di pojok kanan bawa layar laptop putih mini yang kubeli dari kenalan. Harusnya aku berada di sebuah ruangan, mereka menyebutnya ruangan pola kantor bupati pangkep. Harusnya aku sedang membawakan acara pembukaan sebuah rangkaian acara yang mereka sebut MATAHARI alias Mahasiswa Rantau Hadir Mengabdi. Harusnya aku berdiri bersama kakak yang pernah memiliki laptop putih mini ini, disebuah panggung yang dihadiri oleh pejabat-pejabat daerahku.
Harusnya. 
Namun kehendak adalah milik yang Maha Kuasa, tiada yang sekecil neutron/positron/elektron atau apapun partikel terkecil lainnya yang tak luput dari skenarionya.
Itu pengantarku, untuk sebuah karangan yang sejak lama ingin kutulis namun selalu terkendala mood dan waktu dan terpenting menanti hasil akhir dari segala cerita indah. Sekaligus gerbang pertama untuk kisah-kisah selanjutnya.

---

Cerita ini tentangku, tentang siapa aku, dan tentang kerutan dikeningku yg selalu muncul walaupun kupejamkan mata menunggu terlelap. 
Bingung, harus ku memulai dari titik yang mana. Kuceritakan kalian latar belakang keluargaku untuk memulai cerita. 
Keluargaku dibesarkan dalam lingkungan guru, pegawai negeri sipil, yang tidak kekurangan dan tidak kelebihan. Selalu saja ada cara bagaimana Tuhan menurunkan rejekinya. Tidak ada yang spesial ketika aku Sekolah Dasar, cukup nakal ketika masih diawal-awal SD namun perlahan prestasiku meningkat baik hingga kuakhiri perjalananku di SDN 18 Tumampua I diperingkat 3 besar. Masih kalah saing dengan mereka yang peringkat 1 dan 2 yang kemungkinan nanti menjadi parnerku membangun negeri ini. Aku ingat, masa kecilku layaknya masa kecil kebanyak anak-anak kelahiran 90an di negeri ini. Kami habiskan dengan bermain permainan tradisional yang anak-anak sekarang jarang mainkan. Sering aku berdebat dengan guru matematika karena ilmuku yang cetek, namun hal itu bagus katanya karena guru tidak selamanya benar. Penah aku berteriak mengatai guruku yang lain, patotoai kami menyebutnya. Patotoai adalah kurang ajar, hm. Lupakan saja apa yang aku teriakkan ke depan mukanya. Toh ini bukan cerita mengenai masa-masa SD ku, masa dimana aku mulai mengenal PRAMUKA, babak pertama mengenal siapa aku. 

Kulanjutkan sekolah menengah pertamaku tepat di depan rumahku, yang setiap hari aku hanya berlari sekencang mungkin ketika bel tanda masuk segera berbunyi, SMPN 2 Pangkajene. Walaupun generasi beberapa tahun sebelumku hingga generasiku adalah generasi emas yang dibanggakan orang-orang. Namun, kasihan sekali sekolahku sekarang, sedang terpuruk, benar-benar berada di titik terendahnya. Banyak cerita mulai kubangun di masa ini. Cerita tentangku, tentang teman-teman pramuka ku, tentang egoku, dan tentang segala sifat buruk yg dulu pernah kumiliki. Selama 3 tahun perjalanku disini, aku mempunyai 3 kelas berbeda. Tidak unggulan, namun tidak bawahan juga menurutku. Mereka semua cukup membantuku, berkatnya kudapati banyak sekali kenalan yang kelak diakhir masa 3 tahun itu menyunnahkanku harus mengenal hampir semua orang dari kelas A hingga J. Pejalanan akademikku tidak mulus, kuawali dengan rangking 1 di kelas 7G dan terperosok di kelas 8F namun kembali menguat di kelas 9E. Lebih kupilih kulanjutkan karierku dibidang kepramukaan, dengan alasan senang bersama mereka yang membentukku, menjaga solidaritasku, dan menumbuhkan cinta dan penasaran akan hal-hal yang tak terduga yang ada di alam ini. Portalku selanjutnya ada dimasa ini, yang cukup mempengaruhiku kedepannya. Walaupun diakhir cerita harus kutamatkan karena Ujian Nasional yang menuntut untuk dicengkeramahi.

---

Panjang juga ya kisahku, walaupun hanya sedikit sekali penggalan yang aku lampirkan diatas. Sekarang sehari berlalu sejak aku mulai memulai kisah ini. Aku tidak di pinggiran jalanan kota lagi. Sekarang aku berada dirumah kakekku alias sekarang rumah anak2nya yang hanya ada 2 penghuni tetap, kedua tanteku. Sekarang waktunya kita memasuki inti dari segala cerita yang akan ku ceritakan kepada kalian.
Sebelum itu, aku harus menemani dan menunggu proses operasi pengangkatan rahim ibuku. Ibuku sudah tua, harus kutuntaskan segala yang seharusnya kutuntaskan setelah ini.


---

Bersambung...

Untuk senyum di pagi ini, semoga berjalan dengan baik.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar