CHAPTER
ONE
Part
3
Kisah
SMA (2)
Awalnya aku adalah seorang monster.
Entah mengapa sifat penyabar yang kumiliki akan berubah menjadi super ganas
ketika ada hal remeh-temeh yang tak kusukai. Tapi kata orang, memang seorang
penyabar akan lebih ganas marahnya daripada orang yang sangat sering
marah-marah? Haha tak tau itu kata siapa.
Pernah,
hampir ku hantam muka teman yang baru kukenal hanya karena tidak berhenti menggerakan
kakinya naik turun sehingga membuat kursi kami yang menyatu harus bergetar.
Untung masih kutahun, namun mengapa harus marah?
Aku ingat saat itu, kemarahan
terakhirku kepada orang lain adalah kepada temanku yang berasal dari Salatiga.
Ya ALLAH, kalau kuingat kembali kisah itu betapa parahnya aku. Entah super
sepele apa yang menyebabkanku marah, namun aku sampai teriak-teriak dan meninju
batok kepalanya. Maafkan aku. Sejak saat itu aku berjanji di dalam hati untuk
tidak akan pernah marah lagi kepada orang lain, apapun alasannya.
Tingkahku semakin hari semakin
melunak. Aku mulai menemukan frekuensi yang sama dengan teman-temanku yang
berasal dari Jawa, tidak seperti teman sedaerahku yang belum mampu terbuka. Aku
memulai start terlebih dahulu,
bercanda ria saling omel tanpa harus merasa sakit hati.
Apalagi ketika Damar dan Bewok yang
pada awal semester 2 mengajakku untuk jalan-jalan keliling Solo. Ya, pada akhir
pekan itu juga kami akhirnya jalan-jalan berkeliling Solo, jangan lupa jalan
dalam arti yang sebenarnya.
Kami berangkat sabtu siang setelah
memperoleh tanda tangan ijin di buku biru dari Pembina kelas. Niat kami mencari
pengalaman, saat itu kami mencoba mencari tumpangan mobil pick-up. Di jalan poros Solo-Purwodadi, kami memposisikan tangan
membentuk sebuah kelopak yang menghadap ke atas. Itu pertanda bahwa kami sedang
mencari tumpangan.
Sebuah mobil berhenti, setelah
melobby driver-nya akhirnya kami
dipersilakan naik. Saat itu gerimis melanda Gemolong hingga Solo, akibatnya
kami di mobil dalam keadaan basah-basahan karena tak ada atap, namanya juga
mobil pick-up . Mobil yang kami
tumpangi hanya mampu mengantar sampai ke Proliman, akhirnya kami lanjutkan perjalanan
ke kota Solo dengan naik bus berbayar lalu dioper lagi ke bus trans-batik Solo
yang menghubungkan titik-titik penting kota Solo.
Tujuan awal kami adalah Solo Grand Mall alias SGM. Biasanya,
kami sekelas memang sering kesini, sekedar menyuci mata setelah santap bersama
di Warung Spesial Sambel yang kalau nambah nasi geratis atau Pizza Paparons
yang setiap hari senin beli 1 gratis 1.
Malam itu, entah aku lupa apa yang
kami lakukan di SGM, tapi kami segera keluar dan menghabiskan malam di
warung-warung susu murni yang berjejeran di depan SGM. Warung kaki lima yang
kontras dengan modernitas Mall diseberangnya.
Dengan berjalan kaki kami lanjutkan perjalanan
lurus kearah patung Slamet Riyadi yang berdiri kokoh entah berapa kilometer
jauhnya. Lalu menikmati suasana malam Solo yang sebenarnya, kemudian berjalan kembali
kearah SGM untuk mencari penginapan atau disini kami sebut sebagai masjid. Susah
sekali menemukan masjid di pinggir jalan, kami karus blusuk-blusuk masuk ke gang-gang. Setelah menemukan masjid yang
cocok dan bisa ditempati menginap, kami putuskan menggelar sleeping bag dan sarung yang kami bawa. Pulas sekali pokoknya malam
itu setelah berjalan puluhan kilometer.
---
Selain perjalanan jalan kaki yang
selalu kuingat itu, hal lain yang kuingat adalah pernah juga aku ikut liburan
akhir pekan di rumah kerabat temanku yang bernama Anis. Saat itu setelah
menikmati suasana Car Free Day di
depan Carefour Solo Baru, kami memutuskan naik sepeda menuju belakang SGM untuk
membeli keperluan buku kimia Fessenden
yang kucari-cari. Kalian cari di maps sekarang,
pasang titik di sekitar jembatan Bengawan Solo, Solo Baru hingga ke Stadion
Manahan Solo. Bayangkan seberapa jauhnya itu dan hanya ditempuh dengan naik
sepeda.
Menjelang sore kami kembali ke rumah kerabat
Anis dengan tergesa karena langit begitu mendung. Takut sekali kami terkena hujan
yang kelihatannya akan sangat deras.
---
Perjalanan-perjalanan seperti itu
yang sedikit membuka pikiranku, ditambah masih banyak kisah perjalanan liburan
akhir pekan lainnya yang selalu kuhabiskan dan diskusi-diskusi yang menantang
untuk mengevaluasi diri di atas becak ataupun bus kami gunakan. Membuka pikiranku
untuk banyak hal kedepannya.
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar