Jangkrik bersuara
dengan irama, langkahku semakin melemah diiringi nafas yang sejak tadi
terangah-engah. Sudah 2 jam kesendirianku sejak berangkat naik motor ke Desa
Turgo lalu mengelana sendiri menaiki bukit-bukit yang terpisah oleh lembah yang
terjal. Kabut datang lalu pergi bersamaan dengan dinginnya udara pegunungan.
Senja berkabar akan kembali lagi esok, lalu diganti gugusan gemintang yang
sedang menemaniku. Kontras, kesendirianku diantara jagat raya malam ini.
Kuputuskan untuk
menyendiri setelah merasa sangat kerdil diantara tumpukan tugas dan kisah cinta
yang tak karuan. Tugas-tugas yang tak habis dikerjakan terus merengek minta
digarap. Sejujurnya aku senang mengerjakan deadline-deadline yang harus
kukumpulkan tepat esok hari, walaupun harus mengurangi jatah tidur yang sudah
tak terkontrol lagi. Aku menjadi manusia dengan jam istirahat yang minim.
Apalagi perkara cinta?
Aku bingung. Namun mengapa?
Lagi-lagi cinta. Adakah
diksi lain yang dapat mengoreksi lima huruf itu? Selalu saja membuat rasa senang,
semangat, sedih, cemburu, khawatir, rindu dan segala macamnya beraduk tak
karuan.
Kuputuskan untuk
berhenti di koordinat 436519 vs 9163350. Posisiku berada di ketinggian 1277
meter diatas permukaan laut, disebuah lembah cekungan yang dikelilingi tebing-tebing
batuan vulkanik yang meninggi sekitar 8-10 meter. Kupasang tenda mini yang sebelumnya
kuambil tergesa di sekre mapala ku di kampus. Segala persiapanku untuk menginap
selesai, ketika sinyal telepon yang sebelumnya kucari-cari karena ingin mengetahui
kabar seseorang menguat dan membuyarkan kesunyian dalam kegelapan.
Kabar yang kutunggu
sejak tadi akhirnya datang. Tanpa pikir panjang akhirnya kukemas kembali
barang-barangku dan kurelakan begitu saja waktu kontemplasi yang telah
kujadwalkan. Seseorang menungguku dibawah sana. Tunggu aku, disampingmu,
bersamamu.
---
Aku terbangun setelah
sekian hari dirawat kritis di RSUP Sardjito Yogyakarta. Pandanganku masih kabur
dan sedikit demi sedikit cahaya mulai membantu memantulkan spektrumnya. Kucari
suara dentingan jam yang ternyata ada disebelah kiri atas kamar rawatku. Pukul
1.00 dini hari entah hari apa itu, hari terakhir yang kuingat adalah selasa
ketika langkah cepatku menuruni bukit terhenti karena tersandung sesuatu,
setelah itu aku sudah tak sadarkan diri.
Kuputar wajah kesebelah
kanan, kulihat jilbab ungunya menjagaku entah sudah berapa lama. Tertidur
pulas, entah bermimpi seberapa jauh. Namun dalam kedekatan yang begitu hangat
itu aku berjanji dan juga bermimpi untuk tetap menunggumu yang telah berhasil
menungguku, disampingmu yang mampu bertahan disampingku, dan bersamamu disaat
bahkan kau tidak akan pernah tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar