CHAPTER
ONE
Part
2
Kisah
Cinta SMA (1)
Baru sebulan
lebih seminggu menjalani kehidupan baru, ternyata liburan Idul Fitri
mengharuskan kami kembali ke kampung halaman. Pertemananku dengan teman-teman
dan kakak seperantauan makin erat apalagi ditambah momen perjalanan pulang yang
mengasyikan. Kami naik pesawat melalui Surabaya setelah melakukan perjalanan
panjang dan melelahkan dari Sragen menuju Bandara Djuanda. Pilihan itu kami
ambil setelah hitung-hitungan biaya, antara lewat Bandara Adisutjipto
Yogyakarta ataukah Bandara Djuanda Surabaya yang ternyata lebih alternatif-ekonomis
untuk memilih pilihan kedua.
Sebentar saja kami di perantauan,
namun rasa rindu akan teman-teman SMP sangat bergelora. Akhirnya dengan sedikit
inisiasi, dicetuskan membuat sebuah acara buka puasa sekaligus dalam rangka
reuni beberapa bulan perpisahan. Kami semua bertemu, saling sapa dalam suasana
menjelang hari kemenangan.
Dahsyat.
SMP ku luar biasa. Padahal jika dipikir-pikir termasuk dalam kategori SMP
terpencil, namun alumninya menyebar di mana-mana. Ada yang melanjutkan sekolah
di SMA 1 dan 2 Pangkajene, yang selalu bermusuhan dalam arti positif. Lalu ada
yang bersekolah di Kota Makassar dan Gowa yang banyak sekali sekolah favorit,
ataukah ke negeri antah berantah Jawa yang kemudian tersebar lagi di beberapa
kota, beberapa provinsi.
Pertemanan
baik kami malah bermula ketika kami sudah tidak bersama-sama dalam atap sekolah
yang sama. Namun dengan alasan sekolah baru kami yang saling berafiliasi, memberikan
suatu ikatan yang kuat antara kami para perantau Pangkep. Walaupun mereka
berada di Jogja dan Bandung, namun komunikasi kami sangat baik. Ditambah momen Olimp-Camp yang ternyata menyatukan
mayoritas dari kami. Lengkap, saat itu Tangerang rasa Pangkep. Pecah!
Persahabatan
terasa begitu erat, suka duka yang sering kami ceritakan ketika kembali
berlibur ke Pangkep. Kalau sedang berlibur, palingan teman main yang paling
sering adalah mereka. Bagaimana tidak? Tidak bersekolah di daerah asal sedikit
memberikan kesan bahwa kami tidak terlalu memiliki banyak teman lain. Padahal
masa-masa SMA adalah masa yang harusnya dihabiskan dengan membuat banyak sekali
relasi pertemanan.
---
Kisahku
untuk bagian ini baru akan kuceritakan.
Bermula
ketika liburan lebaran Idul Fitri pertama, ketika kulihat postingan foto salah
satu temanku yang bersekolah di Jogja. Seketika disaat itu ku chat dia lalu bertanya tentang teman
cewek yang berada difoto bersamanya.
Kesan
pertama yang baik. Entah mengapa, kesan pertama untuk setiap orang yang kita
temui akan selalu membekas bukan? Walaupun tidak semua pada akhirnya memiliki
sifat seperti yang sudah kita judge
pada kesan pertama, namun tetap saja perlakuan kita selanjutnya adalah
manifestasi dari itu. Ataukah mungkin cuma aku saja yang seperti itu? Misalkan
temanku yang kesan pertama kuliat songong, sombong, caper (cari perhatian) walaupun selanjutnya ternyata dia tidak
seperti itu sepenuhnya, namun pikiranku selalu menasbihkan bahwa dia itu
begini-begitu. Pemikiranku dangkal sekali saat itu.
Aku
memperoleh kontak cewek tersebut setelah panjang sekali alibi kubuat kepada
temanku agar dia dengan sukarela mau berbagi. Hei, aku direspon sangat baik,
kesan-kesan yang menggembirakan. Percakapan-percakapan berlanjut terus hingga
masa liburan selesai. Aku kembali ke Sragen, dan dia (temannya temanku) kembali
ke Jogja. Karena peraturan tentang pelarangan penggunaan HP di lingkungan sekolah
dan asrama di hari Senin hingga Jumat, kami hanya dapat berkomunikasi di hari
Sabtu dan Minggu saja. Hari-hari itu kami maksimalkan komunikasi walaupun masih
membahas hal-hal yang tidak jelas.
Periode
belajar kembali rehat. Satu semester sudah kami berkomunikasi. Entah mengapa
perasaanku merasa bahwa aku dan dia sangat cocok. Hobi membaca yang sama, serta
cerpen-cerpen karyanya yang selalu meraih juara, melejitkan semangatku untuk
terus menggali lebih dalam tentang dirinya.
Kuputuskan
untuk berhenti mengharap pada adek teman SMP ku yang memang tidak pantas tuk
diharap, karena pengharapanku terlihat hanya satu arah. Kubuang semua foto-foto
tidak jelas tentangnya (adek teman SMP) di folder usangku, ku sembunyikan baju
coretan kenangan kelulusan SMP yang di kerahnya tertulis lengkap namanya.
Kubuang jauh-jauh, jauh sekali. Hingga tidak pernah terlihat lagi.
Aku
punya motivasi baru. Walaupun sekian kali kunyatakan perasaan lewat telepon
namun tetap tak diterima dengan alasan menjaga prinsip, namun hubungan kami
malah bertambah baik. Sampai-sampai pikiran-pikiran untuk mengikuti kegiatan
ekskul jurnalistik, meluangkan waktu menulis cerpen tak jelas, serta angan-angan
untuk melanjutkan kuliah kelak di jurusan Sastra Indonesia muncul karena dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar