“Kepencintaan alam adalah omong
kosong. Kemudian menjadi berisi dengan ilmu dan pengetahuan. Dan menjadi
berarti dengan pengamalan”
Pejalan Anarki - Jazuli Imam
Kalenderku jauh kedepan, delapan
bulan sejak tulisan “Menjadi Seorang Mapala” yang kutulis terkait film Negeri
Dongeng booming di kalangan pegiat alam, alasan-alasan untuk ikut kegiatan
(mahasiswa) pencinta alam beserta analisis-analisis ngaco yang kusambar saja
dalam ketikan jemari.
Aku, sekarang berada di Kota Bandung.
Sehari sebelum bulan Ramadhan tahun ini tiba. Yang menanggalkan status
“mahasiswa” dalam satu semester.
Keputusan aneh yang tidak dapat
mayoritas teman mahasiswa dan orang-orang tua di luar sana terima, CUTI KULIAH
HANYA KARENA SEKADAR INGIN NAIK GUNUNG. Ya, keputusan yang harus kuambil dan
telah mempertimbangkan semua sudut pandang yang ditujukan kepadaku.
Aku diterima, menjadi salah satu
dari tidak sampai lima relawan pendaki, yang “katanya” akan bersama-sama
menjadi tim Indonesia kedua yang merintis jalur pendakian di belantara
Pegunungan Bintang menuju puncak ‘kedua’ tertinggi di Indonesia, Puncak Mandala
4760 mdpl.
Aku terpilih dari 525 pendaftar
yang kemudian diseleksi essai dan video-nya, menuju tahap direct assestment 16 besar, lalu seleksi alam bebas 6 besar di
kawasan hutan Kareumbi tidak jauh dari kota Bandung. Disanalah kami berlima
mendapat kabar gembira terkait keterpilihan kami, tepat malam tahun baru 2018,
walaupun pada beberapa waktu selanjutnya seorang harus mengundurkan diri dengan
alasan yang kupikir logis dan tepat.
Program ini diprakarsai oleh
Gerakan Indonesia Mengajar, yang setiap tahunnya aktif mengirimkan dua angkatan
pengajar muda ke berbagai pelosok tanah air, bersama kelompok perintis kegiatan
alam bebas di Indonesia, Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung - Wanadri, yang menamakan kegiatan mereka
sebagai Festival Puncak Papua.
Aku cuti di semester empat
perkuliahan keduaku, setelah dulu kuliah dan menghabiskan dua tahun di tempat
yang berbeda, dan selama beberapa bulan kedepannya nasibku digantungkan oleh
acara ini dengan berbagai kesepakatan kontrak yang ditandatangani diawal
kegiatan.
Tidak pernah terbayangkan bahwa
Bandung akan kujamahi dalam kurun waktu yang tidak singkat, bahkan ternyata
Jawa Barat. Kegiatanku sehari-hari selama program ini cukup teratur. Dengan
berbagai bobot fisik, materi dan manajerial, kami berlari di berbagai jogging track di Kota Bandung. Lapangan
Batununggal yang setidaknya 10 putaran berlari untuk menghabiskan satu jam
tanpa berhenti, lapangan SARAGA ITB yang menjadi saksi capeknya kami dalam uji
tes fisik bulanan, gerbang TAHURA hingga gerbang Tebing Kraton yang jalanannya naik
turun, jogging track Gelanggang
Olahraga UPI serta berbagai jalanan raya kota Bandung.
Materi Kelas Teknologi Penunjang Perjalanan |
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar