Minggu, 27 Maret 2016

[SALAM HANGAT]

Kenyang sekali perutku malam ini, hmm lesehan aldan menyervise pesananku sangat baik. Saking banyaknya haha serasa pengen muntah.

----

Hari ini, D-1 To The 4th Mid Term.
Besok, adalah ujian ATK-2 (Azas Terknik Kimia-2), tak usalah menjelaskan apa itu ATK-2, intinya Aza(b)s.
Tulisan ini saya buat bukan semata-mata hanya sebagai tanda terima kasih, namun sebagai bentuk pelajaran baik pribadi penulis dan kita semua yang dapat mengambil pelajaran dari cerita ini.

Pagi tadi, disaat kurang lebih 24 jam lagi menuju ujian, kembali pikiran ku melayang karena beberapa hal. Yang pertama adalah hal dasar yang sepertinya banyak juga dari teman-temanku yang mengalaminya. Tidak mengerti akan menjawab apa untuk ujian esok.
Hal kedua, yaitu bayangan akan jurusan baru yang kelak ingin aku masuki jikalau memang terjadi dan meninggalkan jurusanku yang sekarang. Pagi itu, bayanganku untuk pindah jurusan sempurna betul. PINDAH

Jenuh dengan soal-soal yang sebenarnya tidak terlalu sulit namun sangat membosankan, Naufal, mengajak untuk kembali makan di rumah makan khas makassar langganan kami. Ternyata itu semua adalah skenario yang mereka (Naufal, SAM, Eka, Kak Fachri) lakukan untuk mengadiliku siang itu.

Peserta sidang bertambah. Bukan hanya kami berlima namun ditambah Kak Ariya, Fathur, Fathur, Adil, Fathy dan Iyas. Sidang awalnya dimulai di Warung Makan Ngudi rejeki karena ternyata warung tadi (Ewako) ternyata belum terbuka, dan kemudian sidang sesungguhnya dilanjutkan di kontrakan 3 Idiot (Adil, Iyas, Fathy, PEACE).

Sholat Dzuhur selesai kami laksanakan, bukan sebagai penggugur kewajiban melainkan tanda syukur kami akan nikmat dan karunia yang selama ini kami dapatkan. 

Tepat selesai berdoa, kejutan itu datang. Mereka mengatas namakan diri mereka keluarga. BUKAN, bukan mereka yang mengatasnamakan. Tapi kami menyebut diri kami KELUARGA sesungguhnya. Bukan terlahir dari rahim ibu yang sama, namun berjuang karena rahim yg menyatukan
kami adalah sebuah rahim semangat dari kata EWAKO, provinsi tercinta Sulawesi Selatan.

Hari ini bukan ulang tahunku. Hari itu juga bukan spesial yang sering orang lain rayakan. Namun ini mengajarkan banyak tentang arti keluarga sesungguhnya. Keluh kesahku dapat kalian baca dalam postingan sebelum ini. Keluh kesahku tentang cinta, keluh kesahku tentang diriku sendiri dan menyalahkan orang yang sangat aku cintai, orangtua ku.

Mereka kembali membuka pikiranku. Dari yang sebelumnya sangat ingin, dan mantap untuk berganti warna korsa. Hingga sekarang kembali seperti kemarin yang abu-abu dalam memilih. Tidak salah, suatu hal yang patut sangat diapresiasi.

Berbicara mengenai keluarga, itulah alasan yang paling sulit untuk meninggalkan Jogja. Keluarga itu, kembali menahanku untuk berfikir 1000 kali, 10.000 kali, bakan 100.000 kali untuk berfikir meninggalkan mereka. 

Aduh kepalaku sudah mulai pusing, mungkin karena kekurangan oksigen dan H2O (sok bicara kimia). Adzan Isya juga sudah mau berkumandang. Oiya, rasanya gerah sekali habis tidur dua jam di kontrakan 3 Idiot, mungkin mandi (malam) bisa menyegarkan.

Sebagai penutup, kalian cuman ini kuberitahu tentang misiku. Mengabdi kepada masyarakat dan adik-adik kita yang belum beruntung. Bukan hal yang menakjubkan bukan? Sebagai bagian dari keluarga besar HIMAGAMA SULSEL, mungkin kita bisa mencoba peruntungan untuk dapat mengabdi
ke sekolah-sekolah ketika kita liburan nanti?


Diassat Adzan Isya berkumandang, Minggu 27 Maret 2016
Salam Hangat dari bagian dari keluarga kalian yang bergalau.
AHMAD FIKRI

Sabtu, 26 Maret 2016

[Teruntuk Ayah Ibu]

Ayah,
Ibu,

Sekarang hari jumat, 25 Maret 2016, bertepatan dengan libur paskah tahun ini. Kalian tau, baru saja kami mencoba membuat kapurung. Dengan semua ke soktahuan kami akhir berakhir tragis.
Gagal Total.


Ayah, Ibu, tahun ini, 2016, hampir 5 tahun kalian melepasku untuk merantau. Seperti kata leluhur kita, merantau adalah sebuah prinsip hidup. Merantau adalah perjalanan untuk kembali pulang. Benar kata orang, ditanah rantau-lah seorang akan lebih mengenal budayanya sendiri. 

Ayah, Ibu, maaafkan anakmu yang selama lima tahun ini jarang memberikan kabar gembira melalui telepon genggang. Maafkan anakmu yang ketika waktu liburan tiba, memilih untuk tidak kembali ke rumah. Maafkan anakmu yang jika kembali ketika liburan, hanya pergi ke entah kemana tak menghabiskan waktu dirumah bersama kalian. Maafkan anakmu, yang jika dirumah hanya tidur seperti kerbau kesurupan dengan ribut suara ngoroknya.

Ayah, Ibu, 3 tahun kalian melepasku untuk merantau di sebuah SMA Negeri yang entah bagaimana kabarnya sekarang. Anakmu belum memberikan apa-apa selama 3 tahun itu. Sebuah kebanggaankah buat kalian ketika anakmu ternyata diterima tanpa harus mengikuti tes tertulis di perguruan tinggi terbaik negeri ini? Anakmu ini merasa senang jika kalian merasa bangga, namun tentu saja bukan sampai disitu tugasku untuk membanggakan kalian.

Ayah, Ibu, kalian tahu? Sekarang anakmu sedang menempuh semester 4 di sebuah kampus ternama negeri ini yang terletak di Jogjakarta, kota Relawan. Relawan yah, bu, sebuah kata yang sangat membayangiku akhir-akhir ini. Anakmu ingin sekali membantu orang lain yang sedang dalam kesusahan. Anakmu tidak tahu bagaimana definisi membantu sesungguhnya. Anakmu mendefinisikan kata membantu yang berarti langsung memberikan bantuan kepada orang lain disaat mereka
memang sedang membutuhkan. Itulah anakmu sekarang, tanpa mempedulikan dirinya sendiri terus ingin membantu orang lain.

Ayah, Ibu, tahukah kalian bahwa jurusanku saat ini sangat jauh dari sifat anakmu? 
Apakah nilai yang jelek yang membuatku merasa jurusan ini tidak cocok dengan ku?
Apakah teman-teman yang menganggapku negatif dimata mereka sehingga anakmu selalu merasa tertekan didekat mereka dan malah lebih ingin pergi menjauh?
Apakah ilmu yang ku pelajari hanya sebatas teori? Tanpa aplikasi langsung di lapangan dalam arti yang sebenarnya?
Benar yah, bu, anakmu bukan seorang yang hanya suka terkungkung di sebuah kelas dengan segala macam teori tak jelas. Anakmu suka teori, namun lebih suka mempraktikan teori-teori itu dilapangan, disekitar orang banyak, bukan tak diketahui orang.

Ayah, Ibu, anak sungguh terperangkap dalam sebuah lingkaran cinta. 
Cinta kepada organisasinya, tanpa mempedulikan dirinya sendiri bahkan keluarganya yang datang ke sini bertamu. Kata Maaf teruntuk keluarga-keluargaku yang telah berkunjung ke Jogja dan mendapat kesan yang tidak menyenangkan dariku.
Kepada sepupuku Dinda, yang ketika di Jogja hanya ditemani di sedikit tempat wisata dan tidak pernah ingin menemani ke tempat-tempat yang memang sepupumu tidak tahu.
Kepada tante Lina dan Om Yaya, yang memang waktu itu sedikit menjengkelkan namun maaf karena keponakanmu belum bisa melayani kalian dengan baik.
Kepada tante Nanna, yang seperti biasanya sangat baik kepada keponakannya namun maaf karena minggu lalu memang minggu yang cukup sulit bagi keponakanmu, walaupun sampai sekarang memang masih sulit.
Kepada adekku Apis yang menginap 1 minggu di Jogja, maaf dek kakakmu sedang sibuk dan tidak mau mengurusimu karena kakakmu juga tidak tau apa sebenarnya maumu.
Kepada Kakakku teman seperjuangan di Jogja, kakak Winni, maaf atas semua ego dan marah-marah yang sering adikmu berikan kepadamu.
Ayah, Ibu, maafkan anakmu yang ketika kalian berada di Jogja hanya beberapa hari, tidak memprioritaskan kalian dan hanya bertemu beberapa kali.

Cinta, yah, bu.
Setidaknya ada dua cerita cinta yang gagal dalam ceritaku dalam 2 tahun terakhir ini. Dan ketika sebuah cerita berhasil diakhiri, anakmu kembali lagi ke lingkaran yang sama. Terus berulang, tanpa ada penyelesaian masalah. 
Kalian ingat ketika aku menangis di semester awalku sekitar 1,5 tahun yang lalu? Saat itu anakmu menangis untuk bisa diijinkan mengikuti ektrakulikuler pecinta alam jurusanku. Kalian sangat sayang kepadaku, yang awalnya mencoba meyakinkanku untuk tidak mengikutinya karena takut akademikku keteteran. Tapi karena kalian tidak kuasa mendengar tangisku diujung sana, kalian akhirnya memperbolehkanku. Sekarang, entahlah aku tidak aktif lagi di organisasi itu karena sedikit kecewa dan mereka juga kecewa terhadapku karena event terakhir yang mereka laksanakan aku kabur tanpa memberi penjelasan apa-apa.
Kemudian ditahun pertamaku kuliah juga, anakmu masuk Unit Kegiatan Mahasiswa yang bergerak di bidang sosio-medis. Anakmu menemukan rumah barunya disana, teman-teman baru, dan tentu saja ketertarikan yang sama yang sedang ada dibayang-bayang anak-anakmu saat ini, Volunteering. 

Pagi ini harusnya anakmu ada di sebuah ruangan yang sedang menjalani pelatihan tanggap bencana, tapi karena anakmu selalu menghindari sesuatu karena beralasan sedang menghadapi banyak masalah yang entahlah sebenarnya betulan masalah atau tidak, anakmu memutuskan untuk tidak berangkat.

Cinta, yah, bu.
Disini semua gelora cintaku di kobarkan. Disebuah organisasi paguyuban provinsi kita. Mereka yang memberikan anakmu selamat datang ketika pertama kali masuk ke universitas ini. Anakmu menemukan keluarga sebenarnya disini, walaupun sering dikecewakan. Setidaknya anakmu belajar banyak hal disini. Cinta ya? Saat ini anakmu merasa satu-satunya prioritasnya adalah organisasi (red: keluarga) ini. Yah, bu, setidaknya ada beberapa alasan mengapa anakmu semester ini banyak menolak sebuah kesempatan yang bisa jadi hanya diberikan sekali. Anakmu menolaknya, karena yang pertama merasa akademiknya sedang terganggu, kedua karena katanya sedang punya tanggung jawab di organisasi ini yang cukup membuat anakmu bingung juga mau diapakan organisasi ini sebenarnya karena kami masih bayi yang prematur, dan alasan yang terakhir adalah anakmu merasa selalu dalam masalah yang dia pikir terulang dan tak pernah ketemu jawabannya.

Ayah, Ibu, anak mu lari dari tanggung jawab tersebut.
Ketika semalam ibu menelponku, dan anakmu sedikit menceritakan permasalahannya. Kalian malah memberikanku jawaban yang bijaksana namun sangat mengecewakanku sebetulnya. Kalian selalu memberitahukanku bahwa jangan pernah memikirkan masalah biaya. Anakmu malah merasa kalau untuk tidak memikirkan kalian (biaya) berarti tidak ada beban yang harus kupikul, membuat anakmu berleha-leha saja. Laksanakan saja apa tugasku dan cari sendiri solusi yang kira-kira yang tepat. Anakmu sedang mencari, tapi tapi dan tapi. Anakmu bingung harus mencari kemana. Anakmu tak punya tujuan sekarang. Sangat mengecewakan kalian bukan? Maaf yah, bu.

Ayah, Ibu, barapa banyak lagi rupiah yang kalian harus keluarkan hanya untuk membiayai uang kuliah dan biaya hidup seonggok daging yang hanya mempunyai nama ini?
Ayah, Ibu, anakmu ingin berbakti kepadamu. Berbakti pada Negerinya, berbakti pada Agamanya, dan orang-orang disekitarnya.

Namun bagaimana mungkin anakmu dapat berbakti sedangkan masalah diri sendiri tidak bisa diselesaikan?

Ayah, Ibu, kalian tahu? Sekarang adalah hari sabtu dan senin 2 hari lagi adalah UTS pertamaku semester ini. Anakmu belum pernah belajar selama semester ini, apalagi matakuliah yang diujiankan senin besok. Terlebih dosennya yang hanya guya-guyu tak jelas ketika mengajar. Alhasil cuma hari minggu besok anakmu harus belajar, doakan anakmu agar bisa belajar di hari minggu esok.

Ayah, Ibu, sejujurnya anakmu selalu menyalahkan kalian. Menyalahkan karena menganggap cara mendidik yang kurang tepat. Mungkin anakmu hanya selalu membandingkan dirinya dengan anak lain yang menurut anakmu cara orangtua mereka sangat baik. Tapi nasi telah menjadi bubur yah, bu. Penyesalan tak ada artinya.

Inilah semua keluh kesah yang anakmu sedang alami. Kalau boleh jujur, seandainya kita orang kaya, anakmu ingin kembali terbang ke rumah dan pulang, seperti semester lalu.
Namun, entahlah apa yang sebaiknya anakmu lakukan sekarang? Kemana anakmu harus pergi?




Regards,
Ahmad Fikri
Anakmu yang setiap detik hatinya menangis.
Anakmu yang sekarang memilih untuk tidak melakukan apa-apa dan melampiaskan emosinya ke hal-hal negatif.



10.22 WIB, 
Sabtu, 26 Maret 2016

Jumat, 18 Maret 2016

Masihkah pintu itu terbuka untukku, Tuhan?

Guntur terus bergemuruh diatas atas asramaku yang berada di Jalan Kalaiurang Km 7 Yogyakarta. Malam, sudah pukul 00.14 WIB ketika baru saja aku pulang dari Indomaret guna mengerjakan tugas Metode Numerik yang dosenku berikan minggu lalu. Kebiasaan yang baru muncul ketika kuliah, mengerjakan tugas 1 hari sebelum deadlinenya.

Sudah kuduga, lingkaran itu kembali lagi ke pikiranku. Lingkaran yang sangat sulit aku hilangkan walaupun sebenarnya lingkaran itu hampir 1 bulan musnah. Malam itu mereka kembali.

Astaga, tugasku belum selesai. Semalam aku baru saja mengerjakan 1 dari 3 nomor soal. Itupun belum sampai setengah dari penyelesaian soal nomor 1. Aku terbangun pukul 7.25 WIB, untung saja kelas PAAL hari itu yang harusnya pukul 7.00 sedang kosong. Oke, kelas Metode Numerik akan dimulai pukul 9.00. Handuk, peralatan mandi dan pakaian ganti segera aku raih kemudian terburu-buru ke kamar mandi. Astaga, kamar mandi yang berjumlah hanya dua buah sedang dipakai, oke masih cukup lama menuju pukul sembilan. Ha? Aku mendengus kesal, Tugas Metode Numerik belum aku selesaikan, ya Tuhan.

Segera setelah salah satu kamar mandi kosong, tanpa pikir panjang aku segera memasukinya. Membersihkan diri adalah kewajiban, menurutku.

Jam di HaPe bututku menunjukkan pukul 8.05 WIB, ketika aku mulai menemukan tempat dan duduk di KPFT, tanpa banyak comot segera aku buka laptop dan mengaktifkan internet dan membuka aplikasi Line. Kebiasan diatas, yang mengerjakan tugas sehari sebelum deadlinenya ada bukan dalam artian mengerjakan sendiri tugas tersebut. Namun dapat diartikan dengan meminta jawaban dari teman sekelas kemudian dikirimkan olehnya melalui pesan gambar Line. Line sangat berguna kawan.

Namun prasangkaku benar, hingga tugas tersebut diminta dikumpulkan oleh sang dosen, aku baru selesai menyelesaikan soal nomor 1 yang entahlah sepertinya banyak kesalahan, dan soal nomor 3 yang sepertinya acak-acakan di kertas folio milikku.
Oke, kelas 2 sks pagi itu selesai, tapi masih ada lanjutan 1 sks pada pukul 13.00 nantinya.
Aku berangkat ke SC perpustakaan pusat kampus, seperti biasa tidur. Menyelesaikan masalah, dengan cara tidur. Itu anggapanku sampai detik ini.

Cerita ini baru saja dimulai.

Setelah medapatkan posisi tidur yang sangat menyenangkan di SC, yaitu di atas sofa empuk. Akhirnya aku terbangun karena terganggu dengan adanya seorang wanita yang duduk dibelakangku. Setidaknya orang-orang yang kukenal dan memang juga sering ke SC telah berdatangan. Ada yang teman satu jurusan, ada teman satu daerah yang jurusan psikologi, dan ada tingkat jurusan sasindo. Kami semua berasal dari provinsi yang sama.

Aku bercerita kepada mereka bahwa aku tidak menyukai jurusanku yang sekarang.

Moodku sedang tidak baik minggu ini, buktinya aku sengaja tidak masuk kelas pukul 13.00

Nasrah, teman sesama kabupaten, yang jurusannya Psikologi mulai menganalisis apa yang aku pikirkan selama ini, apa masalah yang sedang ku hadapi. Percuma saja, aku saja bingung ada apa denganku. Aku selalu bertanya 'kenapa?' unutk sebuah pertanyaaan 'kenapa?'. Apa yang terjadi denganku? Aku sendiri entahlah, tak tahu.

Setidaknya aku berhasil memberikan informasi bahwa AKU ANAK LAPANGAN. 
Jurusanku yang sekarang tidak memberikan ilmu semasa sekali di alam sekitar secara langsung, mungkin ada sedikit sekali mata kuliah yang berhubungan dengan alam sekitar tapi itupun hanya berupa teori, tanpa praktik.

Aku, dengan dipererhatikan di samping kiri kanan oleh mereka mulai berselancar di internet mencari jurusan-jurusan yang dapat menggambarkan minatku. Aku berhasil menemukan sebuah jurusan di salah satu kampus teknik di surabaya, ITS, dengan nama jurusan Teknik Geofisika. Aku sedikit tahu dengan jurusan itu, yang tentu saja juga ada dalam program studi di UGM. Bedanya di UGM Geofisika tanpa kata 'Teknik' merupakan payungan dari Fakultas MIPA sedangkan Teknik Geofisika di ITS dibawahi oleh Fakultas TSP.

Aku tertarik dengan konsentrasi yang ada di Teknik Geofisika ITS, yaitu Mitigasi Bencana. Entahlah apa yang ada dipikiranku. Setahu yang dapat aku simpulkan selama ini, aku sangat sensitif dengan kata bencana, Volunteering. Jiwa ku sedang panas-panasnya ingin menjadi orang terdepan ketika ada tragedi, apakah ini baik atau buruk? Coba beri aku nasihat.

Oke diskusi kami mengambang dengan ditemukannya jurusan tersebut.

Malam harinya, aku mulai bertanya-tanya kepada kenalanku yang kuliah di ITB dan ITS.
Muslim, teman SMP dan SMA ku dulu, yang sekarang sedang menempuh pendidikan Teknik Pertambangan Fakultas TTM ITB. Aku tanyakan tentang Teknik Geofisika yang di ITB merupakan payungan dari FTTM. Diskusi di line berjalan alot, tentu saja karena muslim dan aku sebelumnya selalu berdiskusi tentang perkuliahan, keluh kesah kami terhadapat kampus dan jurusan. Tidak ada kesimpulan yang kami temukan.

Kemudian aku mulai berdiskusi dengan 'adik' yang kukenal di ITS.
Ditha, jurusan Teknik Industri ITS yang sangat dekat denganku, yang aku sendiri menganggapnya adik dalam arti sebenarnya. HAHA, diskusi juga berlangsung alot. Entahlah bagaimana dia menyikapi ku, karena sebelum-sebelumnya akulah yang sering memotivasinya dan teman-temannya yang lain untuk semangat berkuliah. Namun kali ini posisi tersebut disematkan kepadaku. Hingga akhirnya Ditha mengirimkan ini, yang baru aku baca paginya karena semalam aku telah pulas tertidur.

"dear kak ikki,

selamat malam waktu surabaya, ahh akhir2 ini kau berfikir keras sekali seperti professor. aku khawatir jidatmu akan berlipat2 dan uban mulai tumbuh di kepalamu.
 sudahlah, setahun belakangan ini kak ikki memang tenggelam dalam rasa yang baru kak ikki alami. tapi tolong rasakan hal lain. kak ikki hebatt, betapa kuatnya orang2 yang menyayangi dirimu menunggumu menjadi apa yang kak ikki inginkan yg membuat mereka lebih bahagia. kak ikki hebat, mungkin tidak disadari betapa banyak doa yang akan Tuhan kabulkan dan itu dari oraang2 yg senantiasa mendoakan dan mendukungmu. mereka ada, itu bukan dongeng. semoga aku tak salah menilai, kau selalu berfikir dan merasa dirimu bukan apa-apa. ingat! kak ikki hebat, maka Tuhan masih membuat kakimu kuat untuk berjalan melihat mereka yang sebenarnya mengharapkanmu, masih menguatkan punggungmu memikul bekal hidup kedepannya. 

maafkan atas kegabutanku, ditha mau tidur dulu ada kelas fisika besok pagi. semoga kak ikki selaluu bahagiaaa 😁😁😁😁😄😄"


Hingga di titik ini, aku masih belum mengerti apa yang sedang terjadi denganku. Aku harus berjalan kemana, dan bagaimana eharusnya aku berjalan?
Semoga kepercayaan Tuhan terhadapku dapat kembali.




Sampoerna Corner
Jumat, 10.35 WIB
18 Maret 2016


Ahmad Fikri
dengan senang kembali menulis setelah seminggu bingung untuk menuliskan apa.