Kamis, 21 Juli 2016

Part 3: Hari ini, kutuntaskan segalanya.


Kembali ku bersila(h) di sebuah asrama milik pemkab Pangkep didaerah Sleman, Yogyakarta. Aku kembali kesini, setelah sekitar 1 bulan 9 hari meniggalkannya untuk berobat melawan sebuah penyakit dan ber-dumba (deg-degan) untuk menunggu pengumuman sebuah pintu pelengkap cerita yang akan kubawakan.
Hari ini, harus kutuntaskan segala yang ingin kuceritakan, tentangku, tentang diriku, dan tentang kerutan dikeningku yang selalu saja berlipat kusut.


---


Maafkan aku kawan, di bagian sebelum ini kental sekali emosi yang aku gambarkan. Harus kuceritakan memang, karena 4 tahun aku menghabiskan waktu di yayasan tsb. Tanpa aku sadari rentan waktu tsb banyak mengubahku. 
Oke, ini bukan tentang yayasan tsb, kali ini tentangku.
Kalian pastinya sudah tahu latar belakang sekolahku, sekolah terbaik dijamannya. Sedikit informasi untuk kalian, semalam aku mendapatkan kabar bawa sekolahku sudah tidak ada. Tidak benar-benar hilang, namun yayasanku sudah tidak diterima lagi oleh pemerintah kabupaten Sragen, namun aku memutuskan untuk menyebutnya hilang, karena tanpa yayasan itu SMAN SBBS bukan lagi SMAN SBBS.

Banyak sekali arti kehidupan yang aku dapatkan selama 3 tahun memulai perantauanku di Gemolong. Merantau, menurutku adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan suku Bugis-Makassar, suku ku. Merantau menuntut kita pergi jauh dan berinteraksi dengan orang lain, budaya lain, dan kegiatan lain yang belum pernah ditemui sebelumnya. Merantau membuatku lebih dekat dengan budayaku sendiri, secara tidak langsung menjadikan ku duta budaya yang harus selalu mempelajari bahasa dan budaya sebab takut/malu didepan orang lain yang menanyakan tentang kebudayaan asliku. Benar kata orang, jika ingin mengetahui seberapa bagus negerimu, maka pergilah jauh ke negeri orang dan temukan apa yang dapat kau bandingkan dengan negerimu.

Kebanggaanku terpupuk, kemampuan berbahasa daerahku malah semakin meningkat didaerah rantau. Kupelajari dan kucari lagi apa yang unik dari budayaku. Naskah sastra terpanjang didunia, I Laga Ligo, budaya berlayar dan merantau mengarungi dunia menggunakan perahu phinisi, hamparan gunung karst terpanjang kedua didunia dan banyak lagi yang belum kuketahui.

Semester satu kelas 10 adalah masa paling kritisku, namun di semester itulah semua mimpiku dibangun. Mimpi-mimpiku untuk mendaki puncak tertinggi di pulau jawa karena terbawa suasana setelah membaca novel legendaris 5cm, mimpi-mimpiku untuk mempersembahkan yang terbaik untuk sekolahku karena kesempatan yang diberikan bersekolah disana dan melihat prestasi kakak kelas, mimpi-mimpiku untuk membanggakan orangtuaku yang dari dalam kandungan hingga saat ini jasa-jasanya luar biasa, mimpi-mimpiku untuk membangun bangsa untuk lebih maju, dan mimpi-mimpi lainnya. 

Teman-teman hebat yang kudapati untuk menghabiskan hari bersama selama 3 tahun, selama 24 jam wajah merekalah yang selalu kulihat. Teman-teman hebat yang terdiri dari tiga kelas, dipertemukan oleh atap asrama yang dikorupsi mantan bupati, teman-teman dari berbagai latar belakang, emosional yang berbeda dan sikap-sikap yang sangat unik untuk manusia seumuran kami. Kami taklukkan kota-kota wisata yang ada dijawa, dimana teman kami yang berasal dari daerah itu yang mensponsori perjalanan. Kami biasa menyebut sekolah kami sebagai Indonesia versi mini, hampir dari semua perwakilan daerah dari Indonesia hadir disini.

Aku masih sering terkekeh kalau melihat sikapku yang dulu. Kata temanku ketika masih disemester awal, "emang anak2 Celebes (julukan kami yang asli Sulawesi) pada kaku2?". Benar, mayoritas dari kami berlima yang berasal dari daerah yang sama adalah orang yang kaku. Entahlah, kurasa sebagian dari kami saja yang memang dari kecil dibesarkan dengan lingkungan yang membuat kami apa adanya seperti yang kalian lihat. Selama 3 tahun itulah membuat kami menghilangkan rasa kaku kami, menghilangkan segala perasaan negatif yang selalu mengatai suku di Jawa "inilah", "itulah", namun ternyata semuanya tidak seperti yang kami kira. 


 ---


Detik ini, bukanlah hari yang semestinya kutuntaskan segalanya diatas. Namun sehari setelahnya. Beasiswa kalla menuntut ku untuk menulis banyak hal dan melupakan apa yang seharusnya kutuntaskan. Namun disini, bolehkah aku melanjutkannya?


---


Persembahanku untuk kalian. 
Sebuah kisah yang menurut seorang Dewi Lestari adalah sebuah Intelegensi sang Embun Pagi. Atau sebuah kisah yang menurut artikel yang kubaca kemarin di pesawat LionAir adalah sebuah butterfly effect. Apapun kata mereka, apapun teori mereka, satu hal yang kuyakini, adalah sebuah cerita yang saling berhubungan dan beruntut sehingga menghasilkan kisah indah yang diskenarioi langsung oleh Sang Maha Penulis Skenario.

Dalam beberapa baris kata yang akan mengalir, sepertinya akan ada perjalanan waktu yang sangat singkat tentangku, tentang diriku, dan tentang kerutan dikeningku. 
Sebuah kisah yang tidak kusangka-sangka, mengalir begitu saja dikehidupanku dengan segala ke-wow-an yang baru kusadari.
Dari sekian panjang pengantar yang kutuliskan diatas, dari sekian banyak kisah yang kulampirkan untuk kalian simak, ceritaku sesungguhnya untuk tulisan yang ber-part-part ini akan segera kalian temui.


---


Otak dari segala otak, sebuah prasangka sempurna. Lengkap sudah!

Kehidupanku di SD dan SMP ketika masih di Pangkep membawaku menuju perantauan. Sebuah titik awal, dari sekian kali kerutan dikeningku muncul. Kerutan untuk semua mimpi-mimpi hebat yang hingga saat ini masih menjadi mimpi. Hei, aku mengkhatamkan pulau Jawa dalam 3 tahun pertamaku, dan kulengkapi lag 2 tahun setelahnya. Tiga tahun pertamaku benar-benar memperlihatkanku dunia sesungguhnya. Pengalaman berburu ilmu di beberapa kota besar di pulau Jawa. Pengalaman menyaksikan lukisan alam titisan surga. 

Perburuanku tentang ilmu kimia selama tiga tahun memang tidak mengantarkanku untuk melaju kejenjang nasional olimpiade kimia yang saat itu dihelat di Bandung. Belum waktunya Bandung kupijaki dalam range 3 tahun itu. Salah satu opsiku diakhir masa 3 tahun itu adalah memilih Bandung sebagai salah satu tujuan persinggahan selanjutnya. 
Selain bandung, negeri Turki pun menjadi salah satu opsi tujuan. Bandung memang belum menjadi jodohku karena tak ada ikhtiar yang kulalui untuk mendapatkannya. Berbeda dengan negeri Turki, saking niatnya kusempatkan bersusah-susah mengurusi passport sebagai salah satu syarat melanjutkan perantauan. Nasib berkata lain, entah mengapa niatku luntur karena melihat beberapa keganjilan. Entahlah, kulupakan niat itu. 

Seleksi berbagai beasiswa menuju negara-negara impian dan universitas swasta keren di Indonesia ku ikuti. Aku sempat diterima di jurusan Teknik Kimia Surya University, sebuah universitas yang berbasis riset dan menghabiskan hidupnya untuk riset. Aku menolak tawaran beasiswa tersebut karena dalam waktu bersamaan aku juga diterima di jurusan Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada. 

Kupilih Teknik Kimia UGM yang merupakan pilihanku sendiri dan kulolosi dengan yakin pada SNMPTN tanpa tes. Peluang untuk lolos di teknik kimia dan prospek kerjaan yang sangat beragam kelak tidak serta merta meyakinkanku bahwa pilihan tersebut adalah pilihan yang terbaik setelah 2 tahun kujalani dengan segala konflik batin dan fisik yang telah terjadi. 

Diakhir tahun keduaku, kuputuskan untuk mengubah haluan untuk mencoba kembali tes SBMPTN yang ditahun sebelumnya kudaftari namun belum diizinkan untuk mengikuti tes karena tertidur di kosan. Dengan sangat mantap aku memilih jurusan Geografi dan Ilmu Lingkungan. Tidak seperti tahun sebelumnya yang memilih FTTM ITB karena hanya sebagai pelampiasan agar dapat keluar dari teknik kimia. Geografi dan Ilmu Lingkungan UGM adalah hasil konsultasi dengan segala relasi yang kumiliki dan memohon kepada ALLAH semoga memberiku pilihan yang terbaik. Ceritaku lengkap, ketika bulan ramadhan di tahun 2016, Sang Maha Penulis Skenario menggambarkan skenarioku dengan sangat indah.

Aku diterima.

Dibawah ini adalah pikiran positifku mengenai skenario-Nya. Bukan berarti mengucap kata seandainya itu baik, namun kuselipkan kata itu sebagai pembelajaran olehku kelak dimasa depan untuk dapat lebih melihat keindahan sebuah 'skenario'

Seandainya kupilih Bandung sebagai pelabuhan lanjutan dengan alasan belum kujamahnya Bandung pada periode 3 tahunku itu, mungkin kesempatanku untuk lolos SNMPTN sangat kecil karena sainganku adalah orang-orang disamping tempat tidurku selama SMA yang memang membatasi waktu tidur mereka dan berusaha lebih keras untuk menggapai prestasi lebih dan membuktikan sebagai juara lomba-lomba tingkat nasional dan internasional. Bukan ku pesimis dengan kemampuanku sendiri, namun ku tahu batasan diriku serta apa yang bisa dan tidak dapat kuraih dalam kurun waktu yang singkat, yaitu SBMPTN yang telah sangat dekat. Segala sesuatu membutuhkan waktu.

Seandainya masih ku bertahan untuk memilih Turki sebagai negeri impianku, mungkin aku sudah kembali dalam keadaan tak bernyawa atau dituduh sebagai anggota dari organisasi terlarang. Buktinya banyak sekali senior-senior yang melanjutkan studinya di Turki karena dibantu oleh yayasan SMA ku, akhirnya kembali pulang dengan alasan musuh politik. Walaupun aku tidak mengetahui secara detail apa yang terjadi di Turki, namun pilihanku tepat, gejolak antara Erdogan dan Gulen memusnahkan banyak sekali mimpi.

Hingga akhirnya kupilih Teknik Kimia UGM agar aku meninggalkan Teknik Kimia Surya University yang jelas-jelas sangat berbeda dengan visi hidupku yang tidak ingin menghabiskan umur disuatu tempat pengap dan tertutup bernama laboratorium. Ada banyak kenalan dari kenalanku mengundurkan diri dari Surya University karena syarat yang diberikan sangat berat dengan level kemampuan yang dimiliki harus tinggi. 

Pilihanku memilih Teknik Kimia UGM tepat.

Melalui Teknik Kimia UGM, aku mengenal semuanya. Tentang kota yang sangat ramah terhadap pengunjung, tentang teman-teman sesama perantau yang saling mengerti. Walaupun diawal memulai perkuliahan hingga diakhir tahun kedua batinku terus bergejolak. Seandainya aku mengikuti SBMPTN diakhir tahun pertamaku dan berhasil lolos disalah satu pilihan, mungkin aku tidak akan sampai pada kesimpulan memilih yang sekarang kupilih. Hingga akhirnya kutemukan sebuah jembatan, sebuah gerbang yang akan menyambungkan, akan membukankan kembali mimpi-mimpiku terhadap dunia, tentangku terhadap masa depan, dan tentang kerutan dikeningku terhadap takdir baik yang Tuhan selalu berikan. Disebuah pilihan jurusan Geografi dan Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada.


---


Doaku, berikan selalu yang terbaik untukku, untuk orang-orang disekitarku, dan siapa saja yang berbuat baik didunia ini.


TAMAT...

Rabu, 20 Juli 2016

Part 2: Bukan tentang diriku, namun tentang Hizmet (Melayani)

Kumulai hari ini dengan berita kudeta yang gagal terhadap pemerintahan Turki. Jangan, tak mau ku berdebat untuk sesuatu yang masih aku cari, belum tahu jawaban dari pertanyaanku yang ini. kuceritakan nanti, akan ada hubungannya dengan duniaku.

Hari ini, setelah sekian pagi kulewati dengan menatap kearah bawah dari lantai 7 rumah sakit awal bros makassar, menatap para 'pak ogah' yang mangais rejeki dengan membantu mobil untuk berputar arah. Ayahku bilang, banyak juga pendapatan mereka. Entahlah, namun pekerjaan mereka bukanlah sebuah solusi. Hari ini, insyaALLAH ibuku akan keluar dari RS ini, setelah sekian banyak drama yang kami lalui sejak tulisan terakhirku sebelum operasi dimulai. Ditemani lautan gedung dan rumah-rumah penduduk makassar sebagai layar inspirasiku serta kepadatan lalu lintas dijalan urip sumoharjo yang membantu membuat canda tanda karena keusilan para pengendara, mari kulanjutkan ceritaku, tentang kerutan didahiku.


---

Pilihanku untuk fokus pada akademikku di akhir SMP adalah pilihan yang tepat. Berkatnya, mulai kukenal mereka-mereka yang dulu selalu lewat dan datang ke kelasku namun tak pernah menyapa. Namun segalanya berubah, hingga saat ini mereka adalah teman-teman dekatku untuk berbagi setiap derita dan cerita. Bukan hanya itu, pilihan tsb menjadi awalku mengenal sekolah yang pada jamannya dapat kukatakan sebagai terbaik. Sesuai dengan doaku dulu, "Semoga ku diterima disekolah terbaik di Indonesia". ALLAH mengabulkannya dengan berbagai cara entah bagaimana akupun takjub.

ALLAH SWT MENGABULKAN DOAKU, WALAUPUN DULU AKU TAHU BAHWA ITU HANYA SEBUAH MIMPI, HANYA TERSELIP DI DOA. SEJAK ITU AKU PAHAM BAGAIMANA KEKUATAN DOA.

Kulanjutkan pendidikan sekolah menengah atasku di SMAN SBBS Sragen, disebuah desa kecil bernama Gemolong. Ini dia, sekolah milik pemerintah yang bekerjasama dengan NGO (Lembaga Swadaya Masyarakat) PASIAD yang merupakan anak organisasi dari Hizmet Turki yang didirikan oleh Fethullah Gulen seorang cendikiawan dan ulama terkemuka di Turki. Akan kubahas sedikit banyak mengenai sekolahku dan yayasanku. PASIAD-Turki adalah sebuah NGO yang bergerak dibidang pendidikan dan kemanusiaan di kawasan Asia-Pasifik khususnya di Indonesia. Hizmet adalah organisasi yang membawahinya. Kutulis ini bersamaan dengan banyaknya fitnah mengenai Fethullah Gulen. Fethullah Gulen adalah seorang ulama dan cendikiawan muslim yang karyanya telah tersebar ke penjuru dunia. Kalian cari saja di gramedia buku-buku yang ditulisnya (jika belum di banned oleh pemerintah). Islam Rahmatan Lil Alamin, dan banyak laagi, yang sejujurnya aku lupa judulnya, adalah contoh bukunya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kuakui, kami selalu diwajibkan membaca buku-buku beliau ketika dimasa sekolah, namun kami juga menjalaninya dengan senantiasa karena memang buku-buku tsb menyangkut nilai-nilai islam baik tauhid,aqidah, dll. Tak ada bau terorisme didalamnya.

SAYA JAMIN ITU.

Hizmet, adalah bahasa Turki yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia adalah pelayan/melayani (benarkah?). Visi mereka adalah melayani orang-orang dibidang pendidikan dan kemanusiaan. Bagaimana mungkin 'organisasi hitam' yang katanya berbahaya adalah organisasi yang membantu pendidikan anak-anak di negeri ini? Kalian lihatlah semua sekolah yang berafiliasi dengannya di Indonesia, berapa medali olimpiade yang telah mereka kumpulkan? Kalian akan tertegun tak percaya setelah menghitungnya. Bagaimana mungkin 'organisasi hitam' yang katanya terlarang membagi-bagikan banyak sekali perlengkapan sekolah untuk anak tidak mampu, ratusan ekor daging sapi disetiap perayaan idul adha? Kalian akan kaget kalau mencari tahu fakta ini.

Saya bukanlah pengikut Fethullah Gulen, namun saya tahu siapa beliau dari guru-guru kami dan video-video yang mereka perlihatkan kepada kami. Kalian tahu cara menyebar kebaikan terbaik adalah mencontohkannya? Kami mendapatkan banyak sekali contoh nyata kesalihan dan kebaikan guru-guru dan pembina-pembina kami yang ikhlas pergi jauh meninggalkan keluarga mereka untuk membentuk peradaban yang lebih beradap. Tulisan ini mungkin untuk media, dan yang terlalu gampang mempercayai media bahwa Hizmet dan Fethullah Gulen adalah organisasi-orang yang terlarang. Saya tidak akan pernah menyebutnya sebuah organisasi terlarang, karena saya belum mempercayai media yang memberitakan. Saya bukan anti Erdogan, saya juga pendukung Erdogan jika memang Erdogan adalah pribadi yang baik dan pemeluk Islam yang baik. Saya bukan pro-Hizmet namun pribadi saya sedikit dibentuk olehnya dalam kurun beberapa waktu. Saya tidak pro-Fethullah Gulen yang saat ini menjadi cibiran dunia karena belum mengetahui pribadinya. Namun saya hanya pribadi, yang telah membuang 2 tahun dan akan memulai memasuki babak baru yang terulang 2 tahun yang lalu.

---

Hm aku tak sanggup menuliskan ceritaku hari ini. Biarlah cerita diatas menjadi lanjutan pengantar, untuk sebuah keluh kesah dan klarifikasi dari ketidaktahuan media dan orang-orang yang tidak tahu.
Bersambung...
---

Kamis, 14 Juli 2016

Part 1: Maha Sempurna Skenario-Nya

Selamat pagi makassar.

Hari ini ragaku dibawa ke sebuah kota metropolitan disisi timur Indonesia, bukan disebuah kampung tempat berdomisili yang sebagian besar liburan kuhabiskan. Makassar, kota yang biasanya kusebut sebagai ibukota Indonesia Timur alias Jakarta-nya Indonesia Timur. 
Lama sekali, semenjak tulisan terakhirku diposting, kemudian dilanjutkan dengan beberapa post pendek yang ku share di Fan Page FB. Detik ini, jemariku kembali menari meliuk karena gatal, rindu menulis.
Kulihat 9.23 WITA 13/7/2016 terpampang di pojok kanan bawa layar laptop putih mini yang kubeli dari kenalan. Harusnya aku berada di sebuah ruangan, mereka menyebutnya ruangan pola kantor bupati pangkep. Harusnya aku sedang membawakan acara pembukaan sebuah rangkaian acara yang mereka sebut MATAHARI alias Mahasiswa Rantau Hadir Mengabdi. Harusnya aku berdiri bersama kakak yang pernah memiliki laptop putih mini ini, disebuah panggung yang dihadiri oleh pejabat-pejabat daerahku.
Harusnya. 
Namun kehendak adalah milik yang Maha Kuasa, tiada yang sekecil neutron/positron/elektron atau apapun partikel terkecil lainnya yang tak luput dari skenarionya.
Itu pengantarku, untuk sebuah karangan yang sejak lama ingin kutulis namun selalu terkendala mood dan waktu dan terpenting menanti hasil akhir dari segala cerita indah. Sekaligus gerbang pertama untuk kisah-kisah selanjutnya.

---

Cerita ini tentangku, tentang siapa aku, dan tentang kerutan dikeningku yg selalu muncul walaupun kupejamkan mata menunggu terlelap. 
Bingung, harus ku memulai dari titik yang mana. Kuceritakan kalian latar belakang keluargaku untuk memulai cerita. 
Keluargaku dibesarkan dalam lingkungan guru, pegawai negeri sipil, yang tidak kekurangan dan tidak kelebihan. Selalu saja ada cara bagaimana Tuhan menurunkan rejekinya. Tidak ada yang spesial ketika aku Sekolah Dasar, cukup nakal ketika masih diawal-awal SD namun perlahan prestasiku meningkat baik hingga kuakhiri perjalananku di SDN 18 Tumampua I diperingkat 3 besar. Masih kalah saing dengan mereka yang peringkat 1 dan 2 yang kemungkinan nanti menjadi parnerku membangun negeri ini. Aku ingat, masa kecilku layaknya masa kecil kebanyak anak-anak kelahiran 90an di negeri ini. Kami habiskan dengan bermain permainan tradisional yang anak-anak sekarang jarang mainkan. Sering aku berdebat dengan guru matematika karena ilmuku yang cetek, namun hal itu bagus katanya karena guru tidak selamanya benar. Penah aku berteriak mengatai guruku yang lain, patotoai kami menyebutnya. Patotoai adalah kurang ajar, hm. Lupakan saja apa yang aku teriakkan ke depan mukanya. Toh ini bukan cerita mengenai masa-masa SD ku, masa dimana aku mulai mengenal PRAMUKA, babak pertama mengenal siapa aku. 

Kulanjutkan sekolah menengah pertamaku tepat di depan rumahku, yang setiap hari aku hanya berlari sekencang mungkin ketika bel tanda masuk segera berbunyi, SMPN 2 Pangkajene. Walaupun generasi beberapa tahun sebelumku hingga generasiku adalah generasi emas yang dibanggakan orang-orang. Namun, kasihan sekali sekolahku sekarang, sedang terpuruk, benar-benar berada di titik terendahnya. Banyak cerita mulai kubangun di masa ini. Cerita tentangku, tentang teman-teman pramuka ku, tentang egoku, dan tentang segala sifat buruk yg dulu pernah kumiliki. Selama 3 tahun perjalanku disini, aku mempunyai 3 kelas berbeda. Tidak unggulan, namun tidak bawahan juga menurutku. Mereka semua cukup membantuku, berkatnya kudapati banyak sekali kenalan yang kelak diakhir masa 3 tahun itu menyunnahkanku harus mengenal hampir semua orang dari kelas A hingga J. Pejalanan akademikku tidak mulus, kuawali dengan rangking 1 di kelas 7G dan terperosok di kelas 8F namun kembali menguat di kelas 9E. Lebih kupilih kulanjutkan karierku dibidang kepramukaan, dengan alasan senang bersama mereka yang membentukku, menjaga solidaritasku, dan menumbuhkan cinta dan penasaran akan hal-hal yang tak terduga yang ada di alam ini. Portalku selanjutnya ada dimasa ini, yang cukup mempengaruhiku kedepannya. Walaupun diakhir cerita harus kutamatkan karena Ujian Nasional yang menuntut untuk dicengkeramahi.

---

Panjang juga ya kisahku, walaupun hanya sedikit sekali penggalan yang aku lampirkan diatas. Sekarang sehari berlalu sejak aku mulai memulai kisah ini. Aku tidak di pinggiran jalanan kota lagi. Sekarang aku berada dirumah kakekku alias sekarang rumah anak2nya yang hanya ada 2 penghuni tetap, kedua tanteku. Sekarang waktunya kita memasuki inti dari segala cerita yang akan ku ceritakan kepada kalian.
Sebelum itu, aku harus menemani dan menunggu proses operasi pengangkatan rahim ibuku. Ibuku sudah tua, harus kutuntaskan segala yang seharusnya kutuntaskan setelah ini.


---

Bersambung...

Untuk senyum di pagi ini, semoga berjalan dengan baik.