Kamis, 21 April 2016

[Telat Nge-post]

Pagi ini, ragaku tidak lagi disuatu kampong akan sangat ku rindukan. Tepat kemarin pagi, pesawat Garuda Indonesia mendarat di Bandar Udara Adi Sucipto Jogjakarta. Kucek social media line dan segera kuhubungi temanku yang ingin menjemput. Kudapati sebuah screen shoot status facebook dan komentarnya. Aku berjalan berat, tak kuat pijakanku menyentuh bumi, aku oleng. Kuingat bahwa diriku sedang berada ditempat umum, segera kuperbaiki perasaan yang hinggap dan terus berjalan keluar bandara. Status itu sempurna membakar semangatku, kembali mengingatkan tekadku.

Kualleangi Tallanga Towalia.

Lebih kupilih tenggelam daripada harus kembali tanpa apa-apa.

----

Perjalanan ku seminggu di kampung halaman melewati banyak sekali pelajaran. Bertemu dengan orang-orang yang memang sudah ada dalam daftar yang ingin kutemui, Dan menggali lebih dalam kehidupan mereka yang siapa tahu bisa aku ambil hikmahnya.
List pertama non-keluarga yang kutemui adala kak Syukur. Alumni Teknik Kimia UGM angkatan 2000. Lika-liku hidupnya semasa kuliah dan kerja, ingin membawa ku jauh lebih dalam tentangnya dan tentang tujuannya sebenarnya. Aku menyimpulkan sendiri semua hasil diskusi kami, walaupun kalau ditanyai aku biasanya lupa dengan apa yang kami bicarakan. Namun aku juga mendapatkan kesimpulan dari seorang kakak yang juga masuk dalam daftarku.
Kakak itu, sekaligus daftar tungguku, adalah kak Rahmat. Seorang volunteer sejati yang memang menyukai apa yang dia kerjakan itu. Penggagas komunitas Pangkep Initiative, yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan khususnya di wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Aku mulai mengenalnya dari facebook dan pertama kali bertemu di Pangkep sekitar setahun yang lalu dan langsung akrab karena dia juga alumni Jogja. Memasukkannya dalam daftarku, karena suatu tujuan yang menurutku sama dan berbagai pengalaman yang telah dilewatinya.
Berbeda dengan kak Syukur yang lebih menyaranku untuk bertahan di Teknik Kimia yang prospek kerjanya sangat baik, kak Rahmat lebih membuka pikiranku tentang mengikuti apa yang kumaui. Dia menjelaskan lingkaran-lingkaran suatu prospek kerja dan lingkaran pesaingnya. Aku paham saat itu, untuk sebuah prospek kerja yang besar, pesaing untuk lingkaran disitu bahkan bisa lebih besar dari lingkarannya. Sedangkan untuk prospek kerja yang kecil, juga hanya bersaing untuk orang-orang dilingkaran yang tidak jauh berbeda.
Percakapan kami berhenti ketika adzan Ashar berkumandang, namun kami sudah menghabiskan banyak sekali topik. Yang aku ingat tentang topik pembicaraan kami adalah mengenai kesukaan akan sesuatu hal, yang sudah pernah kami bahas sebelumnya.

“Selesaikan dengan cepar, atau tinggalkan”

Itu juga yang kutulis besar-besar di dalam kamarku.


Perjalananku selama 3 minggu menurutku harus kututup sampai disini. Setelah berbicara langsung denga kedua orang tuaku, yang Alhamdulillah terus mendukung walaupun tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk meyakinkan mereka, namun mereka mengerti apa yang kurasakan. Suatu hari nanti, jadi apa aku nanti itu adalah hanya untuk diriku sendiri, bukan untuk mereka, katanya. Mereka hanya ingin melihatku menjadi orang, iya aku haaaarus menjadi orang, dengan caraku sendiri. Namun sebelym menjadi orang, setidaknya aku harus mengannggap orang lain seperti orang juga kan?

Kamis, 14 April 2016

[Masih disini]

Huuuwaaaaaa, postingan terakhir kemarin aku tulis setelah menikmati lesehan aldan yang menurutku tidak murah. Kali ini aku berada di pinggiran jalan kota Pangkajene, disebuah Indomaret Plus yang barang-barang yang dijualnya cukup lengkap namun ada yang kurang, Wi-Fi. Berbeda dengan Jogja, sepertinya idm disini memang jarang dikunjungi anak-anak yang ingin mencari wifi sambil mengerjakan tugas, mana ada orang sini yang mengerjakan tugas (?).

Terlebih dulu, harus kalian tahu mengapa aku ada disini padahal sekitar 16 hari yang lalu ketika postingan terkahir di unggah, aku baru saja memulai Ujian Tengah Semester.

Minggu pertama ujian, aku jalani dengan sepenuh hati, seperti ujian-ujian biasanya. Setidaknya tiap hari selama lima hari ada 1 mata ujian. Ini berkat surprise kemarin. Minggu pertama selesai dengan tidak buruk tapi cukup buruk wqqwq. Aku rasa, berakhir buruk sih. Soalnya di semester 2 dan 3 aku juga mengalami hal yang sama, menganggap apa yang aku jawab adalah sesuatu yang setidaknya meyakinkan, namun ternyata, entahlah, mendapatkan nilai yang sangat tidak memuaskan.
Minggu kedua adalah mata ujian yang paling neraka menurutku, walaupun tersisa 3 mata ujian. Tiga hari aku libur sebelum hari selasa memulai ujian di minggu kedua. Sabu Minggu Senin. Susah sekali kawan, untuk bisa mencoba belajar di hari Sabtu Minggu, dan akhirnya kau baru bisa belajar di hari Senin, itupun masih kurang maksimal.
Aku tak tau, mengapa di minggu kedua semangat ku menurun. Aku yakin, pikiran itu yang menghantui. Memasuki minggu kedua, semangatku memang turun terlebih lagi pikirin untuk pindah jurusan semakin deras terbayang dikepalaku. Aku butuh semangat lagi kawan, aku mencoba mencari itu dari 3 orang wanita yang kuanggap adikku, tapi percuma 2 dari mereka hanya mendengarkan. Mereka tak sanggup memotivasiku.
Aku mencari orang lain lagi untuk ditemani bercerita. Ceritaku lepas, ketika aku luapkan semuanya ke seniorku dalam organisasi dan juga berasal dari daerah yang sama. Tidak hanya itu, keesokan harinya aku juga bertanya kepada yang lebih senior yang sedang menjalani kuliah Strata-2 nya, pandangan yang berbeda yang dia berikan. Aku mencari itu, mencari opini-opini mereka, mencari pandangan-pandangan mereka, mencari tujuan-tujuan mereka, mencari aksi-aksi awal mereka, terhadap masa depan.
Aku menangkap apa yang mereka berikan kepadaku, mengerti pandangan mereka terhadap masa depan.

Ujian Tengah Semester berakhir, dengan menggunakan kereta api dari stasiun Lempuyangan menuju stasiun Gubeng Surabaya, aku mempunyai beberapa misi penting kali itu. Hari Kamis minggu lalu, dengan dijemput teman kelasku 3 tahun di SMA dulu, aku diinapkan di sebuah asrama mahasiswa yayasan SMA ku. Malam itu aku melanjutkan misiku, ingin menceritakan apa yang aku pikirkan kepada beberapa teman SMA. Hmm, malam itu aku kembali kecewa walaupun cukup legah karena 2 orang teman SMA yang tidak sekelas denganku hanya berhasil mendengar ceritaku, tapi tak apalah walaupun tidak ada feedback.
Panas sekali Surabyaa malam itu, memang sih Surabaya itu 24 jam panas. Aku tertidur sekitar pukul 12 malam dan keesokan paginya segera bersiap-siap berangkat ke ITS, tujuan selanjutnya. Menggunakan mobil pickup VW temanku, cukup seru juga karena ukuran mobil yang besar dan kami selalu diliati oleh orang-orang yang lewat, tapi sumpah seruuuu sekaliii.
Di ITS, setidaknya aku kembali bertemu 3 orang temanku. 2 teman SMA, dan 1 teman SMP. Aku kembali bercerita, dan aku banyak mendapatkan masukan dari mereka. 

Satu hal yang aku garis bawahi, kata Fatih “ALLAH tuh kangen sama kamu ki, melenceng dikit aja disentil kan?”. Benar kawan, seperti yang aku ceritakan ke dia sebelumnya, banyak hal yang berubah dariku semenjak kuliah.

Sholat jumat di Mesijd Kampus ITS, apalah nama mesjidnya lupa, tapi kembali pribadi ini mendapatkan sedikit ilmu. “ Sebelum hak kita mau dipenuhi, hak ALLAH juga harus dipenuhi”.

Sholat Jumat selesai, aku menghubungi wanita yang selama ini aku anggap seperti adikku sendiri, Ditha. Kami kemudian berangkat ke asrama IKAMI SULSEL Surabaya setelah menghabiskan sop buah yang kami singgahi di jalan. Setidaknya di asrama IKAMI-lah hidupku didominasi selama di Surabaya. 30 jam dari total 3 malam 2 hari yang aku habiskan di sana. Bertemu dengan orang –orang sinting yang luar biasa seperti Arief, Alam, Koji, kak Rira, kak Ekky, Uthe dan lain-lain dalam seharian saja sudah membuktikan betapa terbukanya orang Sulsel.
Malam pertama aku habiskan bermain domino yang ternyata tidak aku mengerti. Hebat sekali mereka yang bisa menebak kartu ku dan kartu yang lain, sepertinya harus ada kelas tersendiri untuk belajar bermain domino. Jujur, ingin rasanya cepat-cepat pulang karena terlalu lama jongkok. Tapi teman pulangku sudah tertidur, dan langit Surabaya malam itu sedang hujan. Aku bermalam di sana.
Terbangun pukul 03.00 , dan kusadari aku tidur sendirian tanpa siapapun, segera kulaksanakan panggilan Tuhan yang sangat jarang kulakukan, setidaknya membuatku sedikit tenang, benar ALLAH rindu kepadaku. Aku kembali tertidur setelah melaksanakan sholat Subuh di asrama karena ternyata gembok pagar terkunci, dan terbangun pukul setengah 8 dan langsung menuju toilet untuk mandi pagi.
Semalaman di asrama belum sempat aku bercerita, pagi ini misiku selanjutnya menceritakan semuanya kepada Ditha. Kami saling bercerita,bertukar pandangan, walaupun dia belum pernah berada di posisiku, tapi setidaknya itu yang kubutuh, didengarkan dan diberi semangat. Sesi sharing selesai, kami kembali ke asrama dan ternyata Koji yang sebelumya baru saja datang, sedang tertidur pulas. Uthe tiba bersama kak Rira yang mebawa kamera bekas yang dibelinya sangat murah, sumpret murah banget. Uthe, terlambat kusadari ternyata dia orang Pangkep, hmm gaya bicaranya tidak terlalu aku perhatikan tapi setelah aku tahu kalau dia orang Pangkep, baru aku sadar benar juga logatnya menunjukkan dia orang Pangkep.
Sesi sharing bersama Uthe cukup alot, orientasi kami yang berbeda yang menyebabkan perbedaaan pendapat, namun cukup dengan pengalaman yang telah kujalani mampu membuatnya mau mendengar dan mengerti apa yang kuinginkan. Uthe pulang dan baru tiba lagi ketika malam sebelum aku di jemput.
Sesi sore harinya diisi oleh kak Rira yang menurutku aku juga perlu bercerita dengannya. Pengalaman yang telah banyak dijalaninya, setidaknya membuatnya sangat terbuka akan ceritaku. Banyak hal yang aku dapatkan tentunya. Sharing selesai ketika kak Rira mengingatkan ku untuk menunaikan sholat Magrib, hehe. Padahal sedang seru-serunya.
Malam itu malam minggu, anak-anak IKAMI SURABAYA berusaha memanggil-manggil anggota lain yang sekiranya bisa ikut bercengkrama malam itu. Sayang, sesi ku di IKAMI selesai. Tujuan utamaku ke Surabaya aku tebus malam itu, malam terakhirku.

Bertemu Kak Bayu, kakak Iparku yang bekerja di Surabaya, adalah tujuan utamaku berangkat. Setelah dijemput dan berkeliling Surabaya untuk membeli oleh-oleh dan tiket pulang untuk hari esok, kami akhirnya sampai ke kosannya yang cukup jauh dari metropolitan Surabaya. Awalnya, masih hening suasana kamarnya karena aku tak kunjung juga ku memulai bercerita. Karena kupikir inilah salah satu tujuan utama ku kesini, maka kuputuskan memulai ceritaku.
Posisi ku terdesak, ternyata kak Bayu dalam posisi ingin meyakinkanku untuk tetap bertahan. Aku pikir, sulit bagiku bercerita dan mengeluarkan segalanya jika aku dalam keadaan seperti itu. Oke, setidaknya ada kesimpulan yang kudapatkan walaupun akhirnya aku juga tidak melaksanakan saran tersebut.

Kudapati diriku menyendiri sepagi itu di pelataran depan stasiun kereta api Gubeng Surabaya, banyak hal yang kuhayalkan. Keretaku mulai bergerak kembali menuju Jogja tepat pukul 8.15. Kupikir perjalanan 5 jam ku kembali ke kota budaya sama saja dengan perjalanan sebelumnya, tanpa teman ngobrol. Aku habiskan saja dengan tidur. Aku kembali ke Jogja hari itu. Namun tepat esok harinya, aku berada disini, kembali ke kampungku untuk menenangkan diri. Hingga detik ini.