Selasa, 15 Mei 2018

Menghangatkan Diri – Berlatih Camp Craft

Camp-craft


Ingatanku jatuh ke akhir tahun 2016. Kala itu ketika pendidikan dan pelatihan dasar ku di organisasi pencinta alam fakultas, GEGAMA. Fokus ke hari itu, kami berempat, aku, Randu (yang kini jadi ketua umum), Kandes (yang kini memilih jalan berbeda, keluar), dan Pinus terbangun pagi-pagi karena grusak-grusuk ku kebelet buang air besar yang kesekian dalam diklatsar tsb. Teriakanku menyebut golok, mencari disekitar bivak kami yang hanya terbuat dari dua buah ponco yang tidak terlalu bagus. Kami mulai berpuasa sejak semalam dipersatukan menjadi sebuah tim survival. Pikirku saat itu, survival adalah berpuasa, menahan makan.

Menjaga api tetap menyala
Hindari penggunaan daun karena dapat menutupi bara.
Ranting yang digunakan yang kering dan mulai dari yang kecil kemudian makin membesar
                                                      
Siangnya kami diberikan korek api beberapa biji dan sebuah lilin untuk membuat api. Aku blank, tidak tahu akan berbuat apa. Efek puasa itu mungkin, belum makan dan minum (seperti biasa), terlebih lagi ketika dulu praktek pra-diklatsar tidak datang ketika materi pembuatan api. Kami hanya memanfaatkan api kecil dari lilin untuk membagi kehangatannya kepada kami berempat. 

Sekarang (right here, ringht now) aku hanya bisa tertawa membayangkan kembali kenangan itu, betapa tidak mengertinya kami materi membuat api. Atau jangan-jangan materi yang senior-senior kami saat itu punya juga belum memadai untuk mentransfer ilmu membuat api? 

(Karena ketidakhadiranku saat meteri itu, menjadikan ketidaktahuanku apakah ada materi membuat api unggun?)


Kembali ke Diklat Gunung Hutan Tim Mandala Festival Puncak Papua

Komunikasi menggunakan SSB ke Sekre Wanadri di Bandung.
Pemasangan antena SSB dilakukan setelah flysheet terbentang dan diletakkan setinggi mungkin tak terganggu kanopi yang dapat menutupi gelombang sinyal
Selain ilmu pergerakan, Navigasi Darat, kami juga diajarkan (dan belajar dari memperhatikan) banyak ilmu lain terkait gunung dan hutan. Teknik komunikasi melalui Handy Talky (HT) ke regu lain atau laporan harian ke sekre 155 Wanadri melalui Single Side Band (SSB), Zoologi dan Botani Praktis (ZBP) yang menyadarkan bahwa survival bukanlah sekedar puasa, serta materi Camp Craft atau seni pemondokan di alam bebas seperti pembuatan api, shelter atau bivak, dan tata cara pemilihan lokasi.

Pemasangan flysheet
Seperti yang kusebutkan sebelumnya, survival sendiri merupakan seni bertahan hidup dengan memanfaatkan apa yang ada disekitar, jangan sampai kekayaan yang ada di alam membuat kita berpuasa. Pembuatan trap guna memenuhi kebutuhan protein, analisis peta dan medan untuk mencari sumber air yang paling dibutuhkan tubuh, juga pemilihan dan pengolahan tumbuh-tumbuhan hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganjal isi perut. Walaupun dalam diklat-diklat kami tidak sepenuhnya berpuasa ataupun mempraktekkan ZBP secara betul-betul, tapi perkenalan kami cukup memberi kesan. Mengolah minimal lima jenis tumbuhan yang dapat dikonsumsi agar racun-racun yang terkandung satu sama lain dapat ternetralisir, tentu masih ditemani dengan nasi. Mengumpulkan air dari hujan deras yang mengguyur, yang walaupun telah dimasak dan dicampur energen tetap saja rasanya aneh. Dan beberapa percobaan yang mungkin kulupa.

Setiap sore, sesuai kesepakatan, pukul empat sore kami harus menghentikan pergerakan untuk segera mencari lokasi yang tepat untuk mondok. Ketika kami sepakat dimana titik yang akan kami gunakan, segera kami berbagi tugas agar segalanya dapat berjalan cepat dan efisien sebab waktu kami hanya sekitar dua jam sebelum senja benar-benar menghilang digantikan gelap.

"Tenda" kami siap digunakan
Bukan menggunakan tenda dome

Jobdesk pertama adalah pembersih area, dengan menggunakan tramontina membuka semua belukar yang kiranya menghalangi tempat yang nanti akan kami gunakan beraktivitas seperti tidur, memasak, briefing  bersama api unggun atau sekedar mondar-mandir. Dulu ketika masih seleksi akhir di Kareumbi, kupikir pohon-pohon yang menyesuaikan keberadaan kami, sehingga tebas saja semua pohon apapun jenisnya. Namun ternyata kami-lah yang harus menyesuaikan, terutama terhadap pohon-pohon utama walau masih kecil atau remaja. Jika sekedar perdu dan rumput yang mengganggu, libas saja, toh dalam beberapa minggu mereka akan segera kembali seperti semula. Tapi tetap bijak ya.

Libas-melibas ini yang dulu selalu terbayang dipikiranku. Tentang tanaman-tanaman yang harusnya tidak boleh di sabet sesuka hati, namun mengganggu jalan dan pergerakan. Hingga akhirnya kuberpikir, setidaknya bukan pohon-pohon utama yang entah masih kecil atau remaja yang kami tumbangkan, toh jika hanya perdu dan rumput yang cepat sekali tumbuh kenapa harus dibiarkan. Alam akan segera kembali membesarkan mereka, bahkan akan lebih besar ketika kita kembali ke tempat yang sama kelak (saking lamanya untuk ke tempat yang sama lagi). Masih dengan bijak juga ya.

Jobdesk selanjutnya, biasanya orang yang sama setelah area clear dari belukar dan sudah dapat digunakan, yaitu pemasang flysheet. Oiya, dalam kegiatan jelajah hutan semacam ini, tentu saja sangat merepotkan jika harus menggunakan tenda dome. Selain beban nya yang cukup berat, tentu saja sangat rawan sobek ketika digunakan walaupun area telah dibersihkan. Area yang bersihpun tidak sepenuhnya bersih, tentu saja akar-akar dan batang kecil yang masih ada di tanah dapat menjebloskan floor tenda dome. Maka flysheet dipasang dengan pasak-pasak pohon kokoh yang berjarak cukup untuk semua tim mendapat posisi enak ketika tidur nanti yang hanya beralaskan matras. Pemasangan flysheet ini sebisa mungkin dapat sebagus dan seberfungsi mungkin dalam sekali proses pemasangan tersebut. Kelak ketika angin dan hujan tetiba muncul sangat kencang dan deras, kita tidak perlu lagi bersusah-susah, berbasah-basah untuk membetulkan sebab sudah berdiri dengan kokoh dan sempurna. Jangan lupa parit jika khawatir air dapat melewati dan menggangu.

Yang pertama kali diolah setelah air panas, yaitu beras
Jobdesk lain yang tidak kalah penting yaitu masak. Biasanya daerah masak dapat lebih dulu dibentuk sebelum kemah flysheet, sebab logika tidak akan berjalan dengan baik jika tidak didukung logistik, yang tentu saja membutuhkan waktu hingga siap disantap bersama di malam hari. Tim dapur ini juga mendukung pembuatan konsumsi minuman hangat yang dibutuhkan ketika cuaca mulai men-dingin.

Ketika api unggun telah berkobar tanpa perlu dijaga lagi
Jobdesk utama lainnya yaitu pembuat dan pencari kayu bakar. Jobdesk ini biasanya minimal dilakukan oleh dua orang yaitu pembuat dan penjaga api, ditemani pencari kayu bakar sesungguhnya, kayu bakar yang besar-besar dari batang-batangan pohon yang sudah tumbang.

Pembuat dan penjaga api akan mengumpulkan ranting-ranting kecil sebanyak mungkin agar api yang diperoleh dari pemantik seperti sampah plastik, karet ban atau paraffin dapat tumbuh terus-terusan hingga dapat membakar kayu batang pohon yang lebih besar. Ketika kayu bakar dari batang yang besar sudah dapat terbakar, itu artinya api tidak perlu terlalu dijaga, cukup menumpukkan batang-batang besar lain ketika kobaran api dirasa kurang menghangatkan. Kobaran api unggun ini selain untuk menghangatkan tubuh dari cuaca malam yang dingin, juga dapat mencegah hewan buas mendekat, membantu mempercepat proses dekomposisi batang tadi, terlebih lagi dapat dijadikan bahan bakar untuk memasak (nasi dan air contohnya).

Bahan bakar api unggun dari batang-batang pohon yang bertumbangan

Pencari kayu bakar satunya, akan berkeliling disekitar area untuk mencari pohon-pohon yang sudah tumbang lantas kemudian dipotong-potong. Ingat, kami menggunakan batang pohon yang sudah tumbang, bukan dari pohon yang masih berdiri kokoh. Pernah ketika seleksi akhir (lagi, di Kareumbi), kukira ribut-ribut dentuman golok dari arah camp craft panitia yang tidak terlalu jauh dari tempat kami adalah dentuman yang ditujukan ke pohon-pohon utama yang masih berdiri kokoh lantas ditumbangkan dan dipotong guna memenuhi kebutuhan kayu bakar. Ternyata prasangka burukku salah.

Bersambung

Belajar Bergerak Taktis

"Bangun, sebab pagi terlalu berharga tuk kita lewati dengan tertidur.
Bangun, sebab hari terlalu berharga tuk kita lalui dengan bersungut-sungut"
 

Berjalan Lebih Jauh - Banda Neira

Orientasi Titik Awal
Amunisi Latihan: Peta, Kompas, Roomer, Lembar Navigasi
(Lembar Navigasi berfungsi untuk melatih dan merekam pergerakan selama latihan. Di lembar tersebut terdapat kolom titik sebelum dan sesudah, lama waktu, medan dll. Hal tersebut berfungsi agar kelak dapat menganalisis pergerakan selanjutkan akan seberapa lama dan melihat perkembangan pergerakan kelak).
Aku merasa memulai kembali semua materi kepencintaan alamku dari nol. Materi lapangan sudah mulai diberikan kepada kami ketika seleksi akhir di Kareumbi, walaupun dengan raba-raba kami belajar. Tentang penggunaan kompas orienteering yang lebih praktis daripada kompas bidik yang diagung-agungkan banyak kalangan. Wanadri sendiri sudah sejak lama menggunakan kompas ini, mereka bilang kompas ini lebih efisien, terkait kurangakuratan yang banyak kalangan katakan, sebenarnya ketika telah diimplementasikan kedalam peta hasilnya sama saja. Perbedaan lain yang kupelajari yaitu penggunaan roomer, yaitu alat yang berbentuk persegi, tipis dan transparan, berguna untuk plotting koordinat, koordinat geografis. Roomer dibuat khusus, dengan ukuran skala tertentu yang setiap jarak garis-garisnya melambangkan ‘detik’ tertentu, untuk skala peta 1:25.000 kami menggunakan roomer ukuran 30 detik.

Berada di sadelan dan memperhatikan medan disekitar serta di peta, memperhatikan kanopi pepohonan dan langit dibaliknya.
(Sadelan berasal dari bahasa Inggris Sadldle, yang berarti sebuah daerah kecil, me-lembah diantara 2 puncakan.
Analisis kanopi pepohonan berguna untuk melihat medan yang jauh di depan. Apabila dibalik kanopi pohon langit rerlihat menyambung diantara bagian sebeah kiri dan kanan maka medan di depan diprediksi akan landai)

Selama ini, yang diajari kepadaku berupa materi menggunakan kompas bidik beserta protaktor-nya, dengan sistem koordinat pada peta yaitu Universal Transverse Mercator (UTM). Tentu saja kepalaku berpikir, kala pertama kali menggunakan sistem navigasi yang Wanadri gunakan, apalagi ketika membeli kompas baruku itu dan bertanya-tanya tentang kegunaannya si penjual juga tidak begitu tahu walaupun dirinya jebolan mapala entah mana. Juga senior-senior yang kutanyai di grup, mereka berkata perbedaannya berada pada kegunaannya, tapi tidak menjelaskan bagaimana menggunakannya, mungkin karena mereka juga belum mengerti dan belum biasa menggunakannya, yasudah amunisiku dilapangan belum sempurna karena tidak mengerti kegunaan alat yang kubawa.

Diawal pergerakan kugunakan kompas orienteering itu layaknya kompas bidik, plotting posisi, sudut antar dua titik, persis sama. Bedanya hanya di jenis alat dan tetekbengek lainnya yang masih kugunakan berupa protaktor dan benang yang kugantikan dengan tali gantungan kompas. Padahal untuk menentukan sudut antara dua sudut, cukup temukan kedua titik itu dengan mistar kompas lalu dengan beberapa pergeseran pada mata kompas yang dapat berputar, menyejajarkan garis pada mata kompas dan garis vertikal pada peta, maka sudutnya dapat terbaca.

Sitem pergerakan Man-to-man.
Dengan kompas Orienteering kompas cukup dikunci dan secara bergantian saling menembak posisi sudut teman agar pergerakan terus lurus.

Kompas ini juga sangat berguna ketika sedang melakukan pergerakan. Sudut pergerakan dapat dikunci pada kompas. Walaupun tujuan kita tentu saja tidak akan persis, tapi dengan mengunci sudut gerak setidaknya arah kita tidak melenceng jauh dan dapat terus terpantau pada kompas. Caranya dengan menentukan sudut pergerakan pada mata kompas, lalu pastikan utara jarum kompas ketika berjalan selalu menuju ke utara mata kompas yang dapat berputar.

(Sebenarnya susah untuk dijelaskan, dipraktekkan langsung lebih baik).

Bersambung

Menjadi Seorang (Mahasiswa) Pencinta Alam #2



“Kepencintaan alam adalah omong kosong. Kemudian menjadi berisi dengan ilmu dan pengetahuan. Dan menjadi berarti dengan pengamalan”
                                                                                                         Pejalan Anarki - Jazuli Imam

Diklat 1 Ciwidey




Kalenderku jauh kedepan, delapan bulan sejak tulisan “Menjadi Seorang Mapala” yang kutulis terkait film Negeri Dongeng booming di kalangan pegiat alam, alasan-alasan untuk ikut kegiatan (mahasiswa) pencinta alam beserta analisis-analisis ngaco yang kusambar saja dalam ketikan jemari.

Aku, sekarang berada di Kota Bandung. Sehari sebelum bulan Ramadhan tahun ini tiba. Yang menanggalkan status “mahasiswa” dalam satu semester.

Keputusan aneh yang tidak dapat mayoritas teman mahasiswa dan orang-orang tua di luar sana terima, CUTI KULIAH HANYA KARENA SEKADAR INGIN NAIK GUNUNG. Ya, keputusan yang harus kuambil dan telah mempertimbangkan semua sudut pandang yang ditujukan kepadaku.

Aku diterima, menjadi salah satu dari tidak sampai lima relawan pendaki, yang “katanya” akan bersama-sama menjadi tim Indonesia kedua yang merintis jalur pendakian di belantara Pegunungan Bintang menuju puncak ‘kedua’ tertinggi di Indonesia, Puncak Mandala 4760 mdpl.

Aku terpilih dari 525 pendaftar yang kemudian diseleksi essai dan video-nya, menuju tahap direct assestment 16 besar, lalu seleksi alam bebas 6 besar di kawasan hutan Kareumbi tidak jauh dari kota Bandung. Disanalah kami berlima mendapat kabar gembira terkait keterpilihan kami, tepat malam tahun baru 2018, walaupun pada beberapa waktu selanjutnya seorang harus mengundurkan diri dengan alasan yang kupikir logis dan tepat.

Program ini diprakarsai oleh Gerakan Indonesia Mengajar, yang setiap tahunnya aktif mengirimkan dua angkatan pengajar muda ke berbagai pelosok tanah air, bersama kelompok perintis kegiatan alam bebas di Indonesia, Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung -  Wanadri, yang menamakan kegiatan mereka sebagai Festival Puncak Papua.

Aku cuti di semester empat perkuliahan keduaku, setelah dulu kuliah dan menghabiskan dua tahun di tempat yang berbeda, dan selama beberapa bulan kedepannya nasibku digantungkan oleh acara ini dengan berbagai kesepakatan kontrak yang ditandatangani diawal kegiatan.

Selesai Jogging
dari gerbang Tahura hingga gerbang Tebing Kraton

Tidak pernah terbayangkan bahwa Bandung akan kujamahi dalam kurun waktu yang tidak singkat, bahkan ternyata Jawa Barat. Kegiatanku sehari-hari selama program ini cukup teratur. Dengan berbagai bobot fisik, materi dan manajerial, kami berlari di berbagai jogging track di Kota Bandung. Lapangan Batununggal yang setidaknya 10 putaran berlari untuk menghabiskan satu jam tanpa berhenti, lapangan SARAGA ITB yang menjadi saksi capeknya kami dalam uji tes fisik bulanan, gerbang TAHURA hingga gerbang Tebing Kraton yang jalanannya naik turun, jogging track Gelanggang Olahraga UPI serta berbagai jalanan raya kota Bandung.

Materi Kelas
Teknologi Penunjang Perjalanan
Belum lagi materi-materi kelas yang kami peroleh dari orang-orang yang master di bidangnya. Dan terpenting materi lapangan yang diberikan secara sabar oleh anggota tim kami, selain relawan, yang merupakan anggota Wanadri.

Bersambung

Selasa, 08 Mei 2018

Dunia dalam kita

“Dalam hidup itu banyak hal yang tidak sesuai dengan keinginan yang terjadi. Tinggal loe bagaimana mengambil sikapnya aja, jangan jadi korban keadaan.”
-Dunia Dalam Kita- ( @eigeradventure )

Episode 16 yang menampilkan “Nasihat-nasihat Orang Tua” menjadi bagian terbaik dari setengah perjalanan serial ini. Ditambah episode lanjutannya yang mengobarkan semangat untuk kembali mengambil “Langkah Baru”-nya. Pengambilan sudut pandang yang sempurna, dari latar belakang para pengelana-pengelana kehidupan.

Kata orang, kita akan menerima nasihat-nasihat dari orang yang memiliki kedekatan dengan kita. Entah karena ada hubungan darah, pertemanan bahkan sekedar hobi yang sama. Ditambah pengalaman manis ataupun pahit yang diambil saripatihnya itu sangat relevan untuk dijadikan guru terbaik. Namun bagaimana ketika keputusan kita adalah pergi menjauh? Menjauh, memundurkan langkah sejenak, mencari pandangan-pandangan yang benar-benar belum pernah kita sadari. Melalui perjalanan fisik maupun maya, lewat orang-orang yang sebelumnya tidak pernah dikenal.

Kita seharusnya sudah tahu tempat kembali yang tepat ada dimana. Tempat dimana cita digantung dan asa dibakar. Tinggal seberapa lama saja waktu yang dibutuhkan. Namun kalian mau kan menungguku sekaligus terus mengingatkanku? 
Tegur dengan keras!

#1of27 #alone #left (di Yogyakarta)

Makna Cinta #1

Cinta tidak selalu tentang menyukai lawan jenis, menyembunyikan lalu mengungkapkannya, kemudian patah hati. Siklus cinta. 

Seseorang dibuat jatuh cinta karena itulah cara Tuhan mengingatkannya untuk bangkit lagi. Patah hati adalah alasan untuk kembali meluruskan niat.

-M Ikkikay-


Perjalanan hari yaitu berkunjung ke sekolah Sanggar Anak Alam (SALAM) di Bantul. Sekolah ini berada di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. 

Awalnya rencana kunjungan kesini hanya sekedar menemani kakak pegiat pendidikan yang juga “guru spiritual” ku. Namun setelah sampai kesini dan menemukan keceriaan anak-anaknya, aku jatuh jatuh cinta kepada mereka. Mungkin keceriaan-keceriaan yang mereka alami tidak kualami ketika umurku dahulu sepantaran dengan mereka. 

Kebebasan mereka dalam mengekspresikan diri, adalah hak mereka. Mereka bebas belajar dimana saja, sambil bermain, sambil memanjat pohon, bahkan sambil mengganggu tamu sepertiku. Karena memang usia mereka adalah usia untuk mengekplorasi diri, mengenal dan mencoba berbagai hal secara mandiri kemudian menjadi ingatan jangka panjang yang kapan saja dapat tergali.

Sistem pendidikan di SALAM ini adalah sistem pendidikan yang me-merdeka-kan. Mulai dari tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), SD hingga SMP semuanya bermain dalam satu lingkungan, mereka semua sama. Tidak ada bangku-bangku dan kelas serta papan tulis kapur. Meminjam istilah aktivis asal Papua, “menanam pantat”, untuk sekedar mendengarkan ocehan panjang lebar guru yang entah bercerita apa juga belum pasti dimengerti di dalam kelas.

Beberapa jam saja bercerita dengan pendiri, kepala sekolah, wali siswa, dan bermain dengan siswa SALAM adalah kenangan yang tidak akan terlupakan. Semoga janjiku kepada anak-anak itu untuk kembali lagi kesana dapat terpenuhi, semoga saja!

[Makna CINTA #2]

Hari ini berkesempatan mengikuti Workshop Pembuatan Film mulai dari Script hingga menjadi Film-nya dalam rangka Festival Film Nusantara yang diadakan oleh Ramadhan Di Kampus (RDK) Jama'ah Sholahuddin UGM.

Walaupun akhirnya sesi hanya berlangsung hingga pembuatan script yang bagus seperti apa, karena terbatasnya waktu. Namun ilmu yang diperoleh sangat banyak. Pengisi acara adalah 3 orang dari Daqu Film–Film Maker Muslim yang telah menggawangi berbagai film pendek seperti Cinta Subuh 1, 2 dan 3 serta yang baru-baru ini dalam layar lebar dengan judul Mengejar Halal.

Sedikit informasi, Mengejar Halal ketika mengudara hanya di 5 studio XXI sehingga tidak seluruh XXI di Indonesia dapat tersentuh. Namun hari ini pemateri memberikan kesempatan untuk menonton bersama film tersebut di dalam ruangan, walaupun hanya setengah film karena workshop terpaksa dilanjutkan setelah jam istirahat.

Film Mengejar Halal ini bercerita tentang seorang wanita yang frustasi karena gagal menikah akibat calon suaminya ternyata masih menyayangi mantan pacarnya, sehingga terjadi kesalahan pengucapan dalam ijab kabul. Pernikahan wanita itu–Aura dan calon suaminya gagal.

Setelah mulai bangkit dari keterpurukan, Aura bertemu dengan seorang lelaki kaya raya, ganteng dan sholeh di usia yang baru 27 tahun. Namanya Halal, sesuai dengan judul filmnya. Singkat kata, karena saya sendiri juga belum selesai menonton film ini, akhirnya Aura dengan segala upaya dan tenaganya berusaha mengejar-ngejar cinta Halal walaupun pada beberapa scene terakhir sebelum film dihentikan ternyata Halal telah mempunyai calon istri yang juga cantik dan sholehah.

Mau tau kelanjutan filmnya? Saya juga penasaran.

Kembali ke topik kita, terkait makna CINTA. Ternyata, walaupun ijab kabul sudah didepan mata ternyata belum tentu calon kita adalah jodoh kita. Yang saya ingat dari kata pemeran dalam film ini:

“Jodoh saya ALLAH udah siapin”

-Halal-

Benar, untuk apa kita menghabiskan banyak sekali energi untuk mengikat calon jodoh kita. Toh kalau memang bukan jodoh, sekuat apapun ikatan yang kita berikan tetap saja ALLAH punya skenario lain :) 
Bukankah banyak sekali cita dan asa yang kita ingin capai?

Merapi 1717

Adalah sebuah perjalanan yang akhirnya dapat terwujud, untuk sebuah perjalanan baru. Adalah sebuah pembelajaran yang akhirnya terdikte, untuk sebuah pembelajaran baru.

Untuk sebuah kisah terhadap kisah. Hipokrisi dari sebuah cara pandang, antara ingin diperlakukan dan memperlakukan.

Pertahanan demi pertahanan terus kubangun, jelas, jelas sekali pertahanan yang sejak kecil terbangun itu. Untuk tidak ingin memulai sebuah kisah, kutolak kisah itu jangan sampai masuk se-mili pun. Pertahanan yang kokoh, dari sebuah sudut pandang orang pertama, aku.

Masih di perspektif yang sama, sebuah benteng orang lain yang sangat ingin kutaklukkan, betul-betul terobsesi untuk ditaklukkan.

Aku membangun sebuah benteng disaat ingin menghancurkan benteng yang lain. Telak, perspektif ku tidak berimbang.

Mengapa aku masih bertanya-tanya, mengapa seorang menjauhiku disaat kumendekatinya? Padahal disaat yang sama aku juga menjauh di saat orang lain mendekatiku? Bukannya jawabannya ada pada diriku?

Namun maaf fans, aku bakalan menjauh sebanyak mungkin disaat kalian mencoba mendekatiku walau sangat sedikit!

Sebuah sudut pandang

Susah memang melupakan orang yang pernah masuk ke sanubari. Menempel di relung hati, menunggu di evakuasi lembar demi lembar kenangannya.

Sudut pandang ku negatif, semua yang berhubungan tentang namanya langsung mengerucut pada perspektif negatif. Entah mengapa, apa, bagaimana mungkin seperti itu, entahlah.

Perjalanan panjang bersama kak Rahmat ke sekolah Sanggar Anak Alam, berbuka di The 101’s, dan berkunjung ke pertanian gurame sedikit sedikit membuka sebuah perspektif. Ditambah keseruan bin aneh dari cerita hipokrisi kak Ulfa, aku malah khawatir.

Persepektif dari orang pertama tunggal sepertiku, jelas tidak lengkap. Apalagi sebuah ke-tutup-tutup-an yang terjadi diantara beberapa tokoh dan kumpulan tokoh sempurna memberi perspektif konkrit.

Sekarang aku tahu, mengapa aku terus berjalan. Entah itu melangkah perlahan, lari berputar, menancap gas motor, mendaki atap langit, atau sekadar duduk menghabiskan waktu di sebuah kotak kecil yang sudah punya trek ataupun yang salip-menyalip di atas aspal.

Second opinion, third opinion, 4th, …, Dst penting bagiku. Makanya, bagiku menceritakan semuanya ke orang lain dengan terang benderang adalah caraku membagi luka, pilu, mimpi, asa, dan perspektif-perspektif yang bisa saja salah. Karena menutup-nutupi semuanya sama saja sebuah pengkhianatan.
#travelikay

Teruntuk Seluruh Saudaraku, yang pernah menghabiskan waktu bersama (setengah mati) di Lereng Gunung Lawu!

 —

Assalamu alaikum Wr. Wb

Alay banget sih sampe nulis2 kayak gini. Tapi aku yakin akumulasi dari keraguan kalian dan keraguanku harus diutarakan disini. Ini kali kedua aku menulis sebuah surat teruntuk orang2 yang menurutku akan berpengaruh besar dalam hidup dan kehidupanku. Yang pertama yaitu tahun lalu, teruntuk kedua orang tuaku ketika aku ingin memberitahukan mereka tentang keputusanku untuk berpindah haluan.

Kedua yaitu kali ini, teruntuk kalian semua yang membesarkan mimpi2ku selama satu semester terakhir. Semoga setelah surat ini selesai, akan ada keputusan konkrit yang dapat kembali menyirami mimpi-mimpi yang pernah terucap bersama. Entah bagaiamana caranya.

 —

Saat ini kalian mungkin sedang briefing untuk persiapan pertandingan truft pada akhir pekan nanti. Maaf, aku tidak datang.

Ada berbagai alasan, pertama karena kondisiku yang masih kurang fit dan masih agak malas bertemu kalian setelah perjalanan batin sebentarku dalam Ekspedisi Atap Jawa edisi Jawa Tengah guna menenagkan diri dari kekalutan hati (eeek, apasih wkwk).

Kedua, karena dari awal memang aku sudah tidak bersemangat dengan posisiku di kepanitiaan ini. Apalagi sistem di organisasi kita yang menurutku sudah harus mulai dirubah.

Ketiga, yang pernah kusampaikan kepada Randu, bahwa umurku telah memasuki 21 tahun dan seharusnya berada dalam gerbang kuliah tahun akhir, namun nasib yang berkata lain.

Maaf, sampai sekarang aku tidak mengerti apa maksud dari permainan truft. Mungkin karena aku tidak pernah bermain, makanya aku tidak mengerti cara dan esensinya. Seperti yang kalian tahu, aku lebih senang menghabiskan waktu senggangku untuk membaca buku, tepatnya sih novel. Jadi maaf aku gak ngerti dan tidak mau mengerti bagaiamana cara memainkan kartu truft. Bukannya aku tidak mengapresiasi kalian dan maafkan karena memang kemarin2 aku tidak berada disamping kalian dalam penentuan permainan, namun sepertinya truft tidak cocok denganku karena aku tidak melihat kebermanfaatan dari kacamata yang selama ini kugunakan (untuk acara sekelas LUSTRUM). Jadi maaf, aku kurang bisa membantu banyak.

Oiya kemarin aku baru saja menuntaskan projek pribadi yang sebagian dari kalian juga ikut membantu pada beberapa perjalanan. Projek ini hadir karena harusnya tahun ini adalah tahunku untuk KKN (kuliah kerja nyata), namun terundur karena alasan yang kalian semua ketahui. Aku iri dengan teman2 angkatan lama ku yang tengah mengabdi diantah berantah. Aku juga harus melakukan sesuatu yang sedikit berguna, walaupun hingga sekarang masih belum terlihat manfaatnya karena seolah-olah hanya sekedar naik gunung, namun aku yakin suatu saat projek ini akan bermanfaat.

Selain itu, projek ini juga muncul karena aku merasa ada yang salah dengan batinku. Maaf, ini sedikit sensitif namun harus kuutarakan.

Projek ini menjadi alasanku agar dapat menjauh beberapa saat dari kalian. Mungkin sebagian kalian sudah tahu tentang kisahku dengan seorang saudara kita, serta kisah saudara kita itu dengan seorang senior. Cukup, aku tidak akan melebih-lebihkan. Namun intinya aku harus merefresh ulang pikiranku terkait mereka berdua terhadapku. Aku takut kisah kami akan mengganggu perjalanan kita kedepannya (jika aku masih ingin melanjutkan perjalanan). Tapi bolehkah aku memohon sesuatu, yang mungkin sedikit egois. Namun setiap kali kalian menyinggung atau menyindir kisah dari salah satu dari kami bertiga, aku tidak senang. Entah senior lain yang lebih dulu memancing, ataukah alumni2 yang sok tau yang memulai, namun jika kalian berkenan tolong jangan lakukan itu didepanku. TAHAN SAJA TAWA KALIAN JIKA ADA AKU, KALIAN BEBAS NGEKEK SEPUASNYA JIKA AKU SUDAH TIDAK ADA. SILAHKAN.

 —

Tentang posisiku di kepanitiaan. Sekali lagi maaf, aku tidak banyak berkontribusi, terutama bapak Koor Humas yang selalu kubuat kesusahan. Selain karena alasan menghindari kekikukanku diantara kalian semua yang selalu tertawa diatas penderitaanku, aku juga tidak terlalu senang dengan posisiku sebagai Koor SC dan anggota Humas. Sebenarnya, kerjaku sebagai Koor SC telah kulaksanakan dengan baik sebelum kepanitiaan terbentuk total. Aku datang rapat jauh disaat SC lain mungkin belum juga bangun, tapi aku mulai menghilang setelah penentuan OC kepanitian. AKU KECEWA DENGAN BERBAGAI HAL. TELAT, MOLOR.

Saat itu waktunya juga aku bertugas di organisasi sebelah. Saat menyadari kembali diberi amanah sebagai Koor Humas, aku menolak dengan sangat halus karena berbagai alasan. Alasan pertama karena memang saat itu aku tidak di tembung sama sekali jadinya tidak ada sudut pandangku dalam penentuan dimaana seharusnya posisiku. Aku tipe orang yang susah bekerja jika tidak dari hati sendiri, makanya kerjaanku selama berada di Humas, (walaupun bukan lagi sebagai koor), tetap saja mengecewakan.  Berkali-kali maaf Pak.

Selain itu, menurutku beberapa sistem di organisasi kita harus diubah. Apa kabar Rapat Anggota yang menghabiskan waktu sangat banyak? Seandainya waktu yang banyak itu juga maksimal, tidak mengapa. Tapi, seluruh waktu itu cuman dihabiskan untuk menunggu mulainya rapat yang pasti molor berjam-jam. Ataukah jalannya rapat yang sangat membosankan. Aku berkata bukan sebagai orang yang tidak menyukai rapat, namun aku selalu mengamati jalannya rapat yang sangat lambat itu. Wajar saja sih, sebagian besar dari kita hanya menghabiskan waktu di organisasi itu sehingga cukup mempersempit sudut pandang. Makanya opini-opini yang diberikan hanya berfokus dari satu-dua orang, sedangkan yang lain pasti hanya diam entah berfikir untuk setuju atau tidak, atau karena memang sedang kebingungan. Apalagi jika rapat hari itu dan besoknya didatangi oleh orang yang berbeda yang opininya tidak sempat bertemu, sehingga sesuatu yang sudah dibahas akhirnya kembali dibahas dan dengan pola yang sama, LAMA. SARANKU UNTUK RAPAT-RAPAT ANGGOTA, TOLONG MAKSIMALKAN WAKTU SEBAIK MUNGKIN. UNTUK DATANG TEPAT WAKTU, SERTA JALANNNYA RAPAT YANG JANGAN DIBUAT MEMBOSANKAN.

Toh, masa kuliah hanya 5 tahun dan kita dituntut banyak oleh kampus. Dunia perkuliahan bukan hanya tentang mapala, ada juga tuntunan non-akademik lain. Yuks, lebih sering main-main keluar fakultas.

Aku memang lebih tua dari kalian 2 tahun, dan aku sudah pernah berada diposisi kalian 2 tahun yang lalu. Kemarin baru saja aku melepas kangen dengan teman-teman lama ku yang telah menghabiskan pengabdian di beberapa tempat di negeri yang indah ini. Salah satu alasanku mengapa pindah ke geografi karena aku ingin mengelilingi negeri ini. Mengapa aku ikut mapala karena aku sangat terobsesi dengan kata Ekspedisi, makanya aku memulai solo karierku dengan projek-projek ekspedisi yang bertujuan untuk mengembara.

Satu semester ini kalian benar2 menumbuhkan mimpi2ku, tentang ekspedisi yang akan angkatan kita lakukan kelak. Tentang hal2 seru yang telah digagas bersama. Tentang perjalanan liburan untuk mendaki puncak2 gunung. Ataupun tentang ilmu geografi yang harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari terutama yang berhubungan dengan kepecintaalaman. Tapi sekarang aku serasa diujung tanduk. Aku pikir, hanya kalian yang dapat mencegahku. Aku manut kalian. Pikiranku terus berputar-putar, apakah harus bertahan bersama kalian dan terus membersamai kalian dengan kondisi organisasi yang seperti ini? Ataukah loncat ke organisasi lain yang lebih elit dan mapan walaupun aku juga belum tau bagaimana tampak dalam organisasi itu. Karena aku harus mengejar mimpi. Setelah ini, beritahu aku untuk memilih yang mana. Aku punya mimpi banyak bersama kalian, tapi tinggal kalian yang mau milih apakah ingin mengejar mimpi itu bersamaku ataukah tidak.

Maaf karena tulisan ini terlambat selesai, kalian mungkin belum bangun pagi ini ketika tulisan ini kukirimkan. Namun, aku menulis ini karena aku menghargai kalian sebagai saudara kandung dari Diklatsar 34 pada akhir Desember tahun lalu.

Yogyakarta, 8 Agustus 2017

AHMAD FIKRI

(alias BONGGOL)

[Gravitasi]

“Mereka adalah para penakluk rasa sakit. Yang selalu dicekam hukum pertama bumi: gravitasi, selalu menjatuhkan. Namun memegang teguh hukum pertama manusia: elevasi, selalu bangkit kembali.
-Sirkus Pohon, Andrea Hirata-

Setelah kecelakaan yang kualami karena tergesa turun saat berkontemplasi, aku tersadar bahwa tak pernah ada telepon yang menghubungiku. Kalaupun ada yg mau menghubungi, mana mungkin signal dengan mudah di jangkau di belantara hutan yang begitu rapat?
Aku memang benar dirawat, tapi tidak pernah dijaga oleh wanita berkerudung ungu. Yang ada hanya teman-teman yang setia bergantian, membuat shift jaga, menyuapi 3 kali dalam sehari, dan membacakan novel-novel yang sedari dulu ingin kulahap.
Dari cerita yang teman-temanku katakan, pernah ada sesekali gadis berkerudung ungu membawakan buah. Namun katanya mereka tidak mengenal nya. Katanya lagi, gadis itu datang bersama lelaki yang setia disampingnya, cocok, serasi sekali. Mungkin mereka sudah berkomitmen, saling menjaga.
Temanku bilang, mereka hanya mengetok kamar lalu langsung pergi setelah memberikan buah tangan itu. Aku ingat, buah yang sangat banyak itu yang kubagikan saat tamu sesama seperantauan datang berjibun. Kutawari saja buah itu kepada siapapun, tanpa pernah tahu siapa yang membawakannya. Sebenarnya sehari setelah kedatangan tamu yang sangat banyak ini aku sudah boleh keluar, keadaanku sudah sangat baikan.

Aku tidak pernah mengingat lagi kejadian yang kutimpa itu, entah kejadian saat terjatuh maupun tamu aneh yang tidak kumengerti darimana rimbanya. Aku melanjutkan perjalanan ku, ke atap-atap tertinggi Jawa Tengah, memulai belajar banyak hal tentang apapun yang dapat kupelajari. Menemui makin banyak orang, mengajak mereka yang penasaran dengan hal baru, hingga bertegur sapa dengan mereka yang tiap hari kerjaannya hanya naik turun punggungan hingga punggungnya sudah tidak normal lagi.

Aku kemudian berada sangat dekat dengan awan. Bukan, aku lebih tinggi daripada awan. Bintang, bulan dan matahari yang bergantian kulihat terasa semakin dekat. Kerucut alam dari kejauhan mengelilingi ku kokoh. Dekat sekali dengan Tuhan. Saat itu hal satu doaku.
"Tuhan, tolong lupakan aku dari semua masa lalu. Tentang jatuh yang tak pernah kusangka serta tentang wanita berjilbab ungu yang misterius.” 
Amin

Yogyakarta, 4 September 2017
1.15 WIB
AHMAD FIKRI
yang sejak 2 jam lalu memejamkan mata namun gagal

Tentang ke-SUKA-RELA-wan-an

“Semua harus berawal dari SUKA dulu, bila sudah suka maka RELA itu akan mengikuti.” 
-Anonim-

Tanpa disadari bahwa kerelaan yang dialami seorang mahasiswa sudah terjadi dari awal perjalanan nya. Di sisi timur negeri, mahasiswa pendatang baru harus ‘rela’ di gertak dengan keras bahkan dilecehkan baik fisik maupun mentalnya oleh gerombolan senior tak beradap. Disisi lain negeri, mahasiswa baru yang lebih beruntung malah dengan 'rela’ sambil berkeluh untuk diajak bernyanyi layaknya anak taman kanak-kanak. Rela diatas konteksnya pasrah terhadap apa yang seharusnya harus dilewati, tahap awal seorang mahasiswa baru.

Dalam KBBI, re·la /réla/ v  berarti 1 bersedia dengan ikhlas hati; 2 izin (persetujuan); perkenan; 3 dapat diterima dengan senang hati; 4 tidak mengharap imbalan, dengan kehendak atau kemauan sendiri.

Lalu setelah masa orientasi selesai, banyak mahasiswa mulai mencari kesibukan dengan merelakan waktu nya untuk ikut sebuah organisasi ataupun komunitas apapun bentuknya.

Mahasiswa muda biasanya mengikuti banyak kegiatan, dengan alasan ingin belajar. Merelakan waktu, walau kadang ternyata tidak disukai. Memasuki pertengahan perkuliahan, tanpa sadar kegiatan yang sesuai dengan jiwa kita ternyata telah ditemukan. Kita rela dan suka menjalani banyak aktivitas sekalipun.

Anak BEM yang rapat berjam-jam berhari-hari untuk membahas kepentingan bangsa, anak MAPALA briefing berlama-lama untuk mempersiapkan segala keperluan petualangan dengan safety, anak Marching Band yang latihannya tiap malam guna tampil sempurna di depan hadirin, segalanya naik setingkat lebih tinggi dari sekedar rela menjadi suka dan rela. Mengerjakan hal yang disukai adalah sebuah kerelaan yang hakiki.

Lalu lantas apakah semua terhenti dikata suka dan rela? Setingkat lebih tinggi lagi, kata 'dan’ harusnya dapat dihapuskan, lalu keduanya dilebur menjadi, SUKARELA.

Kata SUKARELA menurutku pribadi, seorang mahasiswa yang harusnya berada di tingkat akhir, adalah mengerjakan apa yang diri kita inginkan, yang kita sukai, kita senangi, tanpa pernah merasa lelah dan mengeluh serta dapat bermanfaat bagi orang lain. Disitulah kata SUKARELA kemudian di objekkan menjadi SUKARELAWAN.

Dalam konteks kehidupan, sukarelawan adalah mereka yang berhasil mengesampingkan hal-hal individualis demi hal yang lebih kolektif, walaupun kadang dinilai negatif. Meminjam kata-kata dari gubernur terpilih Jakarta, Anies Baswedan, bahwa:

“SUKARELAWAN, bukan karena mereka tidak bernilai, namun karena mereka tak ternilai.”

Ahmad Fikri
Di gelap malam, sunyi senyap, berhawa dingin, ditemani ribuan nyamuk fakultas teknik

Senin, 07 Mei 2018

Mau menulis apa?


Aku tidak tahu pasti mau menulis apa. Aku berada dalam jejibun tumpukan tugas yang tidak ada habis-habisnya. Tapi siang ini, kepalaku kembali berputar-putar. Sakit kepala yg seringkali menimpaku karena kelelahan, kini berganti dengan pusaran aneh yg mencokol tak terdefinisi, pusing.

Aku ingin saja menulis, mencoba membawamu mengikuti arus pikiranku yang entah bermuara dimana. Kamu memang benar, kadang imajinasi seorang penulis begitu liar. Tetiba saja huruf terangkai, kata bersusun membentuk kalimat lalu berparagraf dengan indah.

Entah mengapa Yogya tiba-tiba ter-mention dalam kepalaku. Kau benar, kota ini begitu special. Aku berharap jika Yogya benar-benar menganggap dirinya spesial, ada satu yang hal yang ingin dia ceritakan kepadaku kepada khalayak orang suatu saat. Ssssttt kamu tidak boleh tau, ini rahasia kami berdua saja :p

Aku memang jahat, merahasiakan semua ini darimu. Tapi terserah padamu juga, kamu boleh percaya boleh juga tidak. Bahwa aku juga berteman baik dengan kisah-kisah yang kutuliskan tentang Yogya, seperti halnya kamu. Tidak udah bersedih, kamu tidak sendirian. Ada aku :)

Tapi sebenarnya, aku belum sepenuhnya yakin bahwa yang kau maksud selama ini adalah aku. Bisa saja bukan aku, dan aku terlalu geer dan terbawa suasana. Tapi kalau kau yakin bahwa yang selama ini yang ku maksud adalah kamu, yakinkan dirimu 100%.

Kalau kau ingin melihatku sebagai pecundang, maka dekati aku tanpa malu-malu. Namun aku sepenuhnya mengerti mu, kau pasti ingin melihatku sebagai pemenang, bukan? Tegur saja dengan lembut, semangati dalam doa, aku berjanji akan terus membaik.

Kutulis ini pada suatu siang yang sangat mengharukan. Bayangkan saja, langit sejak pagi tidak berhenti menangis. Mungkin alam merasakan jiwaku yang sedikit berguncang, namun selama kau baik-baik saja disana, tidak usah ada yg kau khawatir kan.

Selamat menempuh ujian mu. Karena setiap hari adalah sebuah ujian.

Masih sahabatmu,

@m.ikkikay

Waktuku sebentar lagi!

Perasaan inilah yang selalu menghantuiku, membayangi setiap pertumbuhanku. Kegiatan-kegiatan yang ku ikuti, buku-buku yang kubaca, adalah sesuatu yang berhubungan dengan pengabdian dalam waktu tidak lama dari sekarang atau harus dirasakan langsung ke akar rumput.

Aku menyebutnya pengabdian kepada kemanusiaan. Aku sangat senang jika kegiatan yg kulaksanakan berkaitan dgn hal tersebut. Secapek-capeknya diriku, tetap saja senyum merekah dengan begitu ikhlas. Walaupun banyak sekali pengkhianatan yang terjadi tentunya.

Aku memilih pengabdian, karena dalam agamaku “sebaik-baiknya manusia, adalah yang berguna bagi yg lainnya.” Selain itu, aku selalu merasa kerdil diantara semesta alam. Pikirku terus, waktuku tidak banyak di dunia ini. Entah karena sakit kepala yg terus menghantui, ginjal yang tetiba saja menusuk perut, ato maag yang juga tidak kalah menderitakan.

Sekarang aku berada pada titik tidak mempercayai sebuah hasil tanpa adanya proses. Dan proses yg kumaksud adalah proses kehidupan. Karena kita hidup, untuk sebuah kehidupan.

Ahmad Fikri

@m.ikkikay

Semoga masih temanmu.

[Catatan Tanpa Titik]

Tiap orang bisa merencanakan tujuan,
namun sulit menerka akhir perjalanan

Yang bisa dilakukan selekasnya melangkah,
dengan derap yang tak boleh setengah-setengah

Berucap bersyukur kepada-Nya,
sepanjang jalan yang terus menyerta

Menghayati keindahan tanah air,
menghirup keragaman yang tak boleh berakhir

Namun mustahil terus menerus berlari,
pemahaman kadang muncul saat berhenti

Waktunya mengambil jeda beberapa saat,
agar riwayat tak lekas tumpat pedat

Memahami perubahan yang begitu cepat,
menjaga saujana agar terus terlihat

Menyegarkan lagi khidmatnya menjadi Indonesia,
siapa tahu dapat berbagi hal yang berharga

Jika saatnya bergerak sudah menjelang,
Mata Najwa niscaya kembali datang

Menyongsong segala yang akan tiba,
dengan derap yang semoga lebih bertenaga

Berkarya dengan sepenuh daya,
sembari memberi makna walau dalam jeda

-Catatan Najwa-

"Indonesia tanpa Pancasila kehilangan Dasar,
Indonesia tanpa Mata Najwa kehilangan Pandangan"
-Sujiwo Tejo-

Terima kasih Mata Najwa,
Terima Kasih Najwa Shihab,
untuk semua pandangan yang membuka,
untuk semua kepedulian yang dibagi, dan
untuk semua semangat yang dikobar

Gelanggang Mahasiswa, 31 Agustus 2017
di malam Adha, dalam kerinduan akan rumah
AHMAD FIKRI

Sirkus pohon

Awal Agustus di Toko Buku Togamas Affandi, kulihat spanduk besar bertuliskan karya kesekian dari maestro Andrea Hirata. Cooming soon katanya, di jual Pre-order tanpa judul, tanpa harga. Setelah membayar 20k sebagai DP, tgl 17 Agustus aku kembali untuk mengambil buku itu yang baru kutau ternyata judulnya SIRKUS POHON.
Andrea Hirata berhasil membawakan bukunya (kembali) dalam kekhasan Melayu seperti karya sebelumnya. Terutama sudut pandang orang pertama serbatahu, seperti pada Novel Ayah. Meski harus berfikir lebih keras karena loncat2nya tokoh yang diceritakan, namun pada akhirnya pada sub-bab terakhir pembaca dibuat takjub dengan KONSPIRASI yang selama ini bergulir didalam cerita.
#SirkusPohon
#AndreaHirata
#Travelikay
#PustakaBackpacker

[Menjadi Seorang Mapala]

Kata Chairil Anwar,
"HIDUP
Cuman sekali,
Beri arti,
Kemudian Mati".

Teman-teman dikalangan pegiat alam bebas entah itu dikampus ataupun di dunia maya sedang dihebohkan oleh sebuah film dokumenter yang menampilkan perjalanan 7 buah mata lensa dalam penaklukan 7 puncak tertinggi di Nusantara.

Lensa, yang kemudian tercetak sebagai karya fotografi maupun videografi yang terdokumentasi dalam perjalanan menembus rimba, menyusur sungai, mendaki puncak, dan menaklukkan ego dalam film Negeri Dongeng, ternyata membuka kembali mata tentang indahnya Indonesia dengan berbagai kekayaan sekaligus masalah yang Tuhan berikan kepada tanah air ini.

Dalam percakapan line yang sepintas kubaca dalam grup mapala angkatanku di kampus, ternyata beberapa teman antusias terhadap film ini karena kata mereka film nya 'mapala banget'.

Tidak berselang lama dari percakapan tersebut, muncul juga japri dari seorang calon pengelana tentang hakikat mencintai, mengeksplorasi alam yang katanya tidak harus diaktualisasikan dengan mengikuti komunitas pecinta alam.

Fakta dari hasil analisis ngaco yang kubuat ternyata alasan orang-orang untuk bergabung dengan kelompok (mahasiswa) pecinta alam bermacam-macam.
1. Ada yang merasa dapat menjadi lebih eksis karena berpeluang dapat berjalan-jalan ke antah berantah yang orang awam sulit untuk menjangkaunya. Padahal, berpergian ke antah berantah membutuhkan persiapan dan tujuan yang harus jelas. Perlengkapan, survey dan riset, akomodasi serta berbagai macam hal teknis dan non-teknis yang dibutuhkan.
2. Ada juga yang merasa akan (sedikit) lebih macho karena berpotensi meng-gondrongkan rambut dengan kebulan asap berseliweran dimana-mana. Percayalah, rambut gondrong akan menghabiskan banyak uang untuk shampoo (penulis curhat) dan akumulasi asap malah mencipta lingkungan yang tidak sehat (katanya mencintai alam).

Padahal jika melihat sejarah, kata Mapala pertama kali eksis setelah beberapa mahasiswa Fakultas Sastra UI mengemukakan keresahan nya terhadap kultur organisasi saat itu yang sudah tidak lagi sehat (beriklim politik).

Dalam tulisannya di Bara Eka (13 Maret 1966), Soe Hok Gie mengatakan bahwa, “Tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patriotisme dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. Mereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyeluruh barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik.”

Opini dan gagasan terkait mapala yang Soe Hok Gie paparkan bisa jadi masih berlaku atau bahkan mungkin sudah basi di jaman dimana orang-orang dapat mempertontonkan dan 'berbagi' (mem-pamer) kegiatan pariwisata alam terbuka yang telah dikunjunginya.

Namun, apapun pilihan dan alasan kalian, entah itu bergabung atau tidak dalam kegiatan pecinta alam bahwa sadarlah kuliah hanya sementara, hidup juga hanya sementara.

Gunakan sebaik mungkin, gapai sebanyak mungkin mimpi yang harus dicapai di masa kuliah, tentang kota, desa, pantai, gunung, gua, tebing, sungai, rawa yang ingin dikunjungi.

Karena kuliah hanya lima tahun, beri arti, jelajah negeri, kemudian mengabdi.

Travelikay
16 September 2017
Yang terobsesi akan suatu hal




Geografi dan Kebencanaan

Ingatanku mundur sejauh 1,5 tahun yg lalu. Kala itu aku terbangun dari tidur dan seketika teringat akan suatu kata: BENCANA.
Keaktifan ku dalam forum-forum yang mengajarkan basic ke-sukarela-an mengantarkan ku jauh menerobos masa depan, hingga ke titik saat ini.
Kuputuskan berlalu kemudian menantang sebuah hal baru, menuju apa yang ingin kulakukan. Keputusan itu terbersit karena tontonan tentang hari kiamat yang katanya makin dekat. Tanda-tanda kiamat menurut teks suci: BENCANA.
Fakultas Geografi UGM baru saja meresmikan sebuah gedung bernama Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Kupikir keputusanku benar, dan harus nya memang benar. Namun bagaimana mungkin mahasiswa sini mampu tanggap bencana padahal sadar lingkungan saja belum?

Ahmad Fikri
Dikala jenuh, kesal dan kaku ditemani materi tentang Akhir Zaman

Geografi

-Geografi tanpa lapangan, adalah kemustahilan. Geografi tanpa pengalaman, adalah kebingungan-

‌Pukul 1.22 mulai kutuliskan catatan singkat ini.

Aku baru saja belajar tentang hujan siklon, yang katanya hujan yang terjadi di wilayah khatulistiwa karena bertemunya angin pasat timur laut dan angin pasat tenggara sehingga terjadi pusaran angin dan secara vertikal menggumpal pekat sebagai awan gelap.

Ada beberapa karakteristik khusus sebelum hujan siklon ini terjadi:
1. Sebelumnya cuaca begitu panas.
2. Angin berhembus tidak karuan.
3. Gumpalan pekat hitam awan terlihat cukup lama.
4. Ketika terjadi hujan begitu deras.
5. Durasi berlangsung nya hujan tidak begitu lama.

Otakku tidak berfikir begitu keras, karena 3 tahun belakangan ini itulah pertanyaan yang selalu kuajukan ketika musim penghujan datang. Diantara lalu lalang motor dan kotak mobil di deru jalan Yogyakarta.

Suatu pagi pada (banyak) hari di musim penghujan. Ketika aku lupa mengenakan jaket ato baju lengan panjang, kulit lenganku terasa begitu panas berbeda dengan hari biasanya. Menjelang Dzuhur cuaca mulai menggelap, sangat pekat. Namun lama sekali rintik pertama jatuh. Padahal aku berusaha mengebut motorku agar tidak kebasahan. Aku sempat singgah cukup lama di warung makan, membeli makan siang. Hujan baru mulai turun tepat ketika aku sampai di kosan. Pekat awan yang begitu gelap adalah tertutupinya bagian bawah awan dari cahaya mentari karena uap air yang begitu padat, kata dosenku saat kutanyakan seberapa hitam harusnya awan ketika hujan sudah mulai turun.

Hujan begitu deras menerjang, menggenangkan pekarangan begitu cepat mengalahkan aliran yang merambat dari permukaan yang lebih tinggi ke rendah. Namun tenang saja, hujan seperti ini tidak akan bertahan lama walaupun cukup untuk menetralisir cemaran udara yang terakumulasi.

Malam di hari yang sama saat musim penghujan, udara pasti terasa begitu panas. Berbeda dengan musim kemarau yang walaupun mentari bersinar terik di siang hari, namun angin yang berhembus pada malam hari begitu dingin dan kering menusuk hingga ke tulang, rasakan saja dengan mencoba naik gunung di 2 waktu tersebut.

Keuntungan mendaki gunung pada musim kemarau adalah tidak terkena hujan, namun tusukan angin akan menjalar ke seluruh bagian tubuh hingga ke tulang dan sendi. Sedangkan di musim penghujan, potensi keribetan akibat basah-basahan akan sangat besar namun jika beruntung tidak bertemu hujan maka udara tidak akan begitu dingin.

Hasil diskusi tadi pagi di BBQ pertamaku selama menjadi mahasiswa baru (lagi), bahwa air adalah penyimpan panas laten yang lebih baik daripada tanah. Dimana saat musim penghujan air permukaan dan uap air akan begitu banyak, sehingga pada siang hari menyerap panas dari radiasi matahari dan membagikannya ke bumi ketika malam tiba. Itulah sebabnya ketika musim penghujan di malam hari disekitaran kampus UGM malah lebih terasa sumuk ketimbang musim kemarau yang begitu dingin.

Terkait angin yang kering, secara logika sederhana (entah benar atau tidak) ternyata dipengaruhi oleh gerak semu matahari terhadap bumi (padahal bumi yang bergerak mengitari matahari loh, makanya dikatakan gerak semu).

Ketika Indonesia mengalami musim kemarau pada bulan Juni, posisi matahari berada pada bagian utara khatulistiwa. Sehingga suhu di bagian utara khatulistiwa hingga ke 23,5° LU akan maksimum, dimana tekanan nya akan minimum. Sesuai dengan sifat angin yang bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, maka angin yang berada disekitar Australia di 23,5 LS, dimana mayoritas daerahnya bergurun, sehingga membawa angin yang kering tanpa mengandung uap air. Makanya udara yang dibawa ke Indonesia akan terasa kering menusuk.

Sekarang pukul 2.11, hampir sejam kutuliskan sedikit pengalaman sekaligus pertanyaan yang selama 3 tahun terus kupikirkan dan akhirnya menemui jawabannya.

Mohon koreksinya (komen dibawah) jika terdapat kesalahan, karena penulis tidak akan memberikan sitasi dan daftar pustaka karena banyak hal yang dijelaskan berdasarkan pengalaman pribadi semata serta belum terbiasa mencantumkan daftar pustaka (ketahuan Laprak copas hehe)

Management Geographic
@m.ikkikay
Di malam yang mulai sumuk dan menegangkan untuk UTS pagi harinya.

NB: Dokumentasi #ekspedisiatapjawa #travelikay #SindoroViaTambi di Kecamatan Tambi, Desa Sikathok dengan hamparan kebun teh-nya.
Background: Gunung Buthak dan Prau yang diselimuti awan tebal.

[TERUNTUK KALIAN SEMUA]

“Aku tidak ingin kaya. Aku hanya ingin hidup. Aku ingin melihat banyak tempat... Aku ingin menghirup seribu satu bau kehidupan.”
― Seno Gumira Ajidarma

Kehidupan SD dan SMP ku ketika masih di Pangkep, membawaku menuju perantauan. Sebuah titik awal, dari sekian kali kerutan dikeningku muncul. Kerutan untuk semua mimpi-mimpi hebat yang hingga saat ini masih menjadi mimpi. Hei, aku mengkhatamkan pulau Jawa dalam 3 tahun pertamaku (dan kulengkapi lagi 2 tahun setelahnya). Tiga tahun pertama, benar-benar memperlihatkanku dunia sesungguhnya. Pengalaman berburu ilmu di beberapa kota besar di pulau Jawa. Pengalaman menyaksikan lukisan alam titisan surga.

Modal besar yang kudapatkan semasa SMA membawaku menuju pintu gerbang kehidupan yang nyata, kehidupan yang kelak akan kujalani.

Tidak tanggung-tanggung, jurusan terbaik dari universitas terbaik. Aku diterima. Betapa bangganya orang-orang disekitar terhadapku. Tapi, apakah aku juga bangga?

Selama menjalani proses akademik tidak sedetikpun aku bangga. Saat memperkenalkan diri di berbagai forum, saat kembali ke kampung halaman dan ditanyai teman lama, untuk bercerita tentang jurusanku, biasa saja rasanya. Mungkin karena aku dibesarkan tidak dengan rasa kebanggaan yang berlebih, tapi jujur aku merasakan hal sebaliknya, tertekan. Aku tidak menemukan jati diriku di dalam kelas, hilang, pikiranku selalu terbang entah kemana. Aku selalu berusaha berpikir positif mengenai jurusan hebat ini.

Kata mereka (teman sesama anggota UKM Kampus) jurusanku luar biasa banyak dicari perusahaan-perusahaan. Tentu saja, itu sebabnya aku ingin sekali bergabung ketika diakhir masa SMA, mengalahkan teman sekolahku, lulus tanpa tes. Bahkan kata dosenku ketika hari pertama, 1 bangku yang kami duduki mengalahkan 50 lebih anak Indonesia yang bermimpi meraih kesuksesan, diperusahaan-perusahaan hebat dengan gaji tinggi, melalui tempat ini.

Seiring berjalannya waktu, idealisme mengenai gaji-gaji tinggi kelak ketika lulus luntur begitu saja dari pikiranku. Ada yang salah dengan pilihanku kemarin, 4 semester ku tidak memberikan apa-apa. Melalui kegiatan-kegiatan yang kuikuti diluar akademik, aku sadar bahwa duniaku yang sekarang bukanlah duniaku seharusnya. Apa yang kuhadapi sekarang tidak akan bersinggungan langsung dengan mimpi-mimpi ku ketika masih bocah ingusan. Dan keterpaksaan yang kujalani tidak akan berarti bagiku dan orang lain jika memang tetap terpaksa. Aku mulai melihat dunia bukan sebagai seorang materialis yang ingin uang sebanyak mungkin, kulihat dunia lebih dari itu.

Selama 2 tahun menggali-gali kembali keinginanku yang terpendam, aku tetap belajar dengan giat dikampus walaupun dengan nilai yang pas-pasan. Bukan pas-pasan sih, tapi sangat jelek. Namun diakhir tahun keduaku akhirnya kutemukan sebuah hidayah, sebuah tempat yang menurutku akan sangat cocok dengan orientasiku kelak sebagai sebenar-benarnya manusia dan bisa mengantarkanku menjelajahi dunia dalam arti sebenarnya, tepat seperti mimpiku.

Aku (kembali) diterima di jurusan berbeda pada universitas yang sama. Sebuah tempat yang jauh berbeda dengan yang kemarin. Pasti dalam hati kalian sekarang bertanya-tanya memangnya seberapa bagus prospeknya kedepan. Orang-orang yang berada disini saja masih sering minder dengan jurusan mereka, passing-grade rendahlah inilah itulah, sering dianggap sebelah mata oleh kebanyakan orang. Toh, kalau aku ingin prospek yang menjanjikan mengapa aku harus pindah haluan? Makanya dengan kepala yang terangkat kulawan semua argumen teman dan kakak tingkat yang masih minder. Kita jurusan yang hebat.

Belum selesai semester pertamaku, aku sempurna betul mencintai tempat baruku. Tempat dimana aku dapat belajar banyak hal, apapun dan dimanapun diriku, entah sedang kuliah, sedang jalan-jalan, sedang baca buku, sedang menonton, aku merasa setiap tarikan nafasku sangat berarti sebagai sebuah ilmu pengetahuan.

Tulisan ini tidak menggurui, ataupun mengajak kalian beramai-ramai untuk berpindah jurusan. Namun, kaki yang berjalan di jalan yang benar akan menemukan langit biru yang indah, kerutan di keningku yang semakin kusut tidak ada artinya lagi.
Karena jurusan yang kalian pilih tidak akan menentukan nasib kalian kelak, mau kaya ataupun miskin nantinya. Namun mengikuti apa kata hati kalian akan mengantarkan seonggok daging yang hanya punya nama menjadi manusia yang tepat dan berguna bagi orang lain.

Doaku untuk kalian.
Yogyakarta, 11 Desember 2016

AHMAD FIKRI

BELAJAR KONSERVASI #1

“Konservasi itu penting. Namun yang lebih penting dari konservasi itu sendiri adalah Pendidikan Konservasi-nya”

- Butet Manurung dalam Talkshow Jambore Pembaca Mojok

Konservasi dalam KBBI merupakan upaya dalam mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan salah satu caranya yaitu dengan pelestarian. Pelestarian dapat dilakukan secara kolektif dan individual. Penanaman pohon pada lahan kritis yang dilakukan bersama, mengurangi penggunaan bahan bakar dengan sedikit berkeringat guna berjalan menuju kampus, menggunakan tumbler air minum isi ulang guna mengurangi konsumsi plastik pada air minum kemasan, serta banyak lagi yang dapat dikerjakan.

Upaya-upaya diatas adalah upaya konservasi yang mulai kita gerakkan bersama. Namun ternyata, upaya konservasi saja tidak cukup. Bahkan salah satu kampus, fakultas yang sangat menggebu-gebu akan tagline ‘eco-friendly campus’-nya, nyatanya tidak mengamalkan ‘persahabatannya dengan lingkungan’ itu. Segala civitas academika sebagai individu, maupun fakultas sebagai sebuah sistem, sama saja.

Konsumsi plastik dari segala macam aktivitas jual-beli bertumpuk banyak sekali di tempat sampah. Individunya sudah sadar lingkungan, bahwa sampah haruslah di buang pada tempatnya, tempat sampah. Namun setelah sadar akan hal itu, mampukah kita selangkah lebih maju lagi dengan mengurangi pemakaian segala macam plastik yang kita gunakan sehari-hari?

Mengurangi konsumsi plastik sangat mudah dilakukan. Mulai berhenti membeli air mineral kemasan apa susahnya? Selain menghemat dan mengurangi pengeluaran, tersedia SPAM Air Minum Gratis yang disediakan dan dikelola oleh kampus. Mulai berhenti menggunakan sedotan plastik pada setiap pembelian minuman berasa-rasa di kantin, gunakan totebag atau hindari penggunaan kantong plastik (kresek) ketika membeli remeh-temeh apapun yang hanya secuil karena masih dapat diletakkan di dalam tas ataupun tempat lain.

Organisasi yang terhimpun dalam Keluarga Mahasiswa secara rutin menggelar penanaman pohon bersama antara mahasiswa dan masyarakat. Walaupun sebenarnya apakah masyarakat merasa teredukasi dengan alasan penanaman pohon tersebut ataukah hanya sebatas seremonial tahunan belaka? Apalagi jika anak baru yang terpaksa mengikuti kegiatan tersebut, entah karena diajak ataukah memang sedang gabut. Apakah sebenarnya esensi dari kegiatan tersebut?

Bersambung...

Sumber:
KBBI Online

Gambar dari balitek-ksda.or.id

[Selamat Ulang Tahun GIE]

"Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: 'dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan'. Tanpa itu semua maka kita tidak lebih dari benda. Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling bernilai itu. Kalau kita telah kehilangan itu maka absurd-lah hidup kita."
-Soe Hok Gie-

Selamat ulang tahun Gie, bagiku kau adalah pemuda yg merdeka, merdeka memilih pilihan hidup. Yang menolak apatis sekaligus tidak mengikuti arus. Berbeda dengan kebanyakan pemuda dan mahasiswa sekarang, yang masih bingung ingin berbuat apa. Dibatasi waktu, dan segala macam tuntutan hingga mengubur masa eksplorasinya, dibentuk untuk menjadi orang-orang dalam cetakan yang sama.

Selamat ulang tahun Gie, bagiku kau adalah pengelana sejati, yang menolak  patriotisme yang hanya sebatas slogan, namun tumbuh dengan membumi dan mencintai rakyat dan alam secara dekat. Berbeda dengan pengelana masa kini, yang haus akan jempol di sosial media. Yang dapat pergi kemana saja, namun sampah dimana-mana, masyarakat tujuan kelana tidak disejahterakan.

Selamat ulang tahun Gie, bagiku kau pujangga sejati, yang masih kepayahan akan masalah percintaan, menyukai tanpa harus didengar oleh publik, cukup meluapkannya dalam sebuah sajak. Di saat orang-orang jaman sekarang membanjiri kehidupannya dengan status yang ditunjukkan melalui perilaku di ruang publik nyata maupun maya.

Selamat ulang tahun Gie, dan kau abadi dalam masa mudamu, sehari sebelum umurmu genap 27 tahun. 48 tahun yang lalu, ditanggal yang sama satu hari sebelum hari ini. Seperti katamu yg merujuk filsuf Yunani: "nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan tersial adalah umur tua”. Maka jangan tertawakan kami kelak jika tua dalam kehampaan.

Memperingati hari kelahiran Soe Hok Gie, 17 Desember 1942, 75 tahun yang lalu.

Ahmad Fikri
Yg belum juga merdeka, berkelana tanpa tujuan, dan masih terlena akan cinta.