Selasa, 08 Mei 2018

Sebuah sudut pandang

Susah memang melupakan orang yang pernah masuk ke sanubari. Menempel di relung hati, menunggu di evakuasi lembar demi lembar kenangannya.

Sudut pandang ku negatif, semua yang berhubungan tentang namanya langsung mengerucut pada perspektif negatif. Entah mengapa, apa, bagaimana mungkin seperti itu, entahlah.

Perjalanan panjang bersama kak Rahmat ke sekolah Sanggar Anak Alam, berbuka di The 101’s, dan berkunjung ke pertanian gurame sedikit sedikit membuka sebuah perspektif. Ditambah keseruan bin aneh dari cerita hipokrisi kak Ulfa, aku malah khawatir.

Persepektif dari orang pertama tunggal sepertiku, jelas tidak lengkap. Apalagi sebuah ke-tutup-tutup-an yang terjadi diantara beberapa tokoh dan kumpulan tokoh sempurna memberi perspektif konkrit.

Sekarang aku tahu, mengapa aku terus berjalan. Entah itu melangkah perlahan, lari berputar, menancap gas motor, mendaki atap langit, atau sekadar duduk menghabiskan waktu di sebuah kotak kecil yang sudah punya trek ataupun yang salip-menyalip di atas aspal.

Second opinion, third opinion, 4th, …, Dst penting bagiku. Makanya, bagiku menceritakan semuanya ke orang lain dengan terang benderang adalah caraku membagi luka, pilu, mimpi, asa, dan perspektif-perspektif yang bisa saja salah. Karena menutup-nutupi semuanya sama saja sebuah pengkhianatan.
#travelikay

Tidak ada komentar:

Posting Komentar