Senin, 10 April 2017

Chapter One: Bagian 3 Kisah SMA (2)

CHAPTER ONE

Part 3
Kisah SMA (2)

            Awalnya aku adalah seorang monster. Entah mengapa sifat penyabar yang kumiliki akan berubah menjadi super ganas ketika ada hal remeh-temeh yang tak kusukai. Tapi kata orang, memang seorang penyabar akan lebih ganas marahnya daripada orang yang sangat sering marah-marah? Haha tak tau itu kata siapa.
Pernah, hampir ku hantam muka teman yang baru kukenal hanya karena tidak berhenti menggerakan kakinya naik turun sehingga membuat kursi kami yang menyatu harus bergetar. Untung masih kutahun, namun mengapa harus marah?
            Aku ingat saat itu, kemarahan terakhirku kepada orang lain adalah kepada temanku yang berasal dari Salatiga. Ya ALLAH, kalau kuingat kembali kisah itu betapa parahnya aku. Entah super sepele apa yang menyebabkanku marah, namun aku sampai teriak-teriak dan meninju batok kepalanya. Maafkan aku. Sejak saat itu aku berjanji di dalam hati untuk tidak akan pernah marah lagi kepada orang lain, apapun alasannya.
            Tingkahku semakin hari semakin melunak. Aku mulai menemukan frekuensi yang sama dengan teman-temanku yang berasal dari Jawa, tidak seperti teman sedaerahku yang belum mampu terbuka. Aku memulai start terlebih dahulu, bercanda ria saling omel tanpa harus merasa sakit hati.
            Apalagi ketika Damar dan Bewok yang pada awal semester 2 mengajakku untuk jalan-jalan keliling Solo. Ya, pada akhir pekan itu juga kami akhirnya jalan-jalan berkeliling Solo, jangan lupa jalan dalam arti yang sebenarnya.
            Kami berangkat sabtu siang setelah memperoleh tanda tangan ijin di buku biru dari Pembina kelas. Niat kami mencari pengalaman, saat itu kami mencoba mencari tumpangan mobil pick-up. Di jalan poros Solo-Purwodadi, kami memposisikan tangan membentuk sebuah kelopak yang menghadap ke atas. Itu pertanda bahwa kami sedang mencari tumpangan.
            Sebuah mobil berhenti, setelah melobby driver-nya akhirnya kami dipersilakan naik. Saat itu gerimis melanda Gemolong hingga Solo, akibatnya kami di mobil dalam keadaan basah-basahan karena tak ada atap, namanya juga mobil pick-up . Mobil yang kami tumpangi hanya mampu mengantar sampai ke Proliman, akhirnya kami lanjutkan perjalanan ke kota Solo dengan naik bus berbayar lalu dioper lagi ke bus trans-batik Solo yang menghubungkan titik-titik penting kota Solo.
            Tujuan awal kami adalah Solo Grand Mall alias SGM. Biasanya, kami sekelas memang sering kesini, sekedar menyuci mata setelah santap bersama di Warung Spesial Sambel yang kalau nambah nasi geratis atau Pizza Paparons yang setiap hari senin beli 1 gratis 1.
            Malam itu, entah aku lupa apa yang kami lakukan di SGM, tapi kami segera keluar dan menghabiskan malam di warung-warung susu murni yang berjejeran di depan SGM. Warung kaki lima yang kontras dengan modernitas Mall diseberangnya.
            Dengan berjalan kaki kami lanjutkan perjalanan lurus kearah patung Slamet Riyadi yang berdiri kokoh entah berapa kilometer jauhnya. Lalu menikmati suasana malam Solo yang sebenarnya, kemudian berjalan kembali kearah SGM untuk mencari penginapan atau disini kami sebut sebagai masjid. Susah sekali menemukan masjid di pinggir jalan, kami karus blusuk-blusuk masuk ke gang-gang. Setelah menemukan masjid yang cocok dan bisa ditempati menginap, kami putuskan menggelar sleeping bag dan sarung yang kami bawa. Pulas sekali pokoknya malam itu setelah berjalan puluhan kilometer.
---

            Selain perjalanan jalan kaki yang selalu kuingat itu, hal lain yang kuingat adalah pernah juga aku ikut liburan akhir pekan di rumah kerabat temanku yang bernama Anis. Saat itu setelah menikmati suasana Car Free Day di depan Carefour Solo Baru, kami memutuskan naik sepeda menuju belakang SGM untuk membeli keperluan buku kimia Fessenden yang kucari-cari. Kalian cari di maps sekarang, pasang titik di sekitar jembatan Bengawan Solo, Solo Baru hingga ke Stadion Manahan Solo. Bayangkan seberapa jauhnya itu dan hanya ditempuh dengan naik sepeda.
             Menjelang sore kami kembali ke rumah kerabat Anis dengan tergesa karena langit begitu mendung. Takut sekali kami terkena hujan yang kelihatannya akan sangat deras.
---

            Perjalanan-perjalanan seperti itu yang sedikit membuka pikiranku, ditambah masih banyak kisah perjalanan liburan akhir pekan lainnya yang selalu kuhabiskan dan diskusi-diskusi yang menantang untuk mengevaluasi diri di atas becak ataupun bus kami gunakan. Membuka pikiranku untuk banyak hal kedepannya.
---



Tidak ada komentar:

Posting Komentar