Rabu, 05 April 2017

Galau mulu bang!


Jangkrik bersuara dengan irama, langkahku semakin melemah diiringi nafas yang sejak tadi terangah-engah. Sudah 2 jam kesendirianku sejak berangkat naik motor ke Desa Turgo lalu mengelana sendiri menaiki bukit-bukit yang terpisah oleh lembah yang terjal. Kabut datang lalu pergi bersamaan dengan dinginnya udara pegunungan. Senja berkabar akan kembali lagi esok, lalu diganti gugusan gemintang yang sedang menemaniku. Kontras, kesendirianku diantara jagat raya malam ini.
Kuputuskan untuk menyendiri setelah merasa sangat kerdil diantara tumpukan tugas dan kisah cinta yang tak karuan. Tugas-tugas yang tak habis dikerjakan terus merengek minta digarap. Sejujurnya aku senang mengerjakan deadline-deadline yang harus kukumpulkan tepat esok hari, walaupun harus mengurangi jatah tidur yang sudah tak terkontrol lagi. Aku menjadi manusia dengan jam istirahat yang minim.
Apalagi perkara cinta? Aku bingung. Namun mengapa?
Lagi-lagi cinta. Adakah diksi lain yang dapat mengoreksi lima huruf itu? Selalu saja membuat rasa senang, semangat, sedih, cemburu, khawatir, rindu dan segala macamnya beraduk tak karuan.
Kuputuskan untuk berhenti di koordinat 436519 vs 9163350. Posisiku berada di ketinggian 1277 meter diatas permukaan laut, disebuah lembah cekungan yang dikelilingi tebing-tebing batuan vulkanik yang meninggi sekitar 8-10 meter. Kupasang tenda mini yang sebelumnya kuambil tergesa di sekre mapala ku di kampus. Segala persiapanku untuk menginap selesai, ketika sinyal telepon yang sebelumnya kucari-cari karena ingin mengetahui kabar seseorang menguat dan membuyarkan kesunyian dalam kegelapan.
Kabar yang kutunggu sejak tadi akhirnya datang. Tanpa pikir panjang akhirnya kukemas kembali barang-barangku dan kurelakan begitu saja waktu kontemplasi yang telah kujadwalkan. Seseorang menungguku dibawah sana. Tunggu aku, disampingmu, bersamamu.
---
Aku terbangun setelah sekian hari dirawat kritis di RSUP Sardjito Yogyakarta. Pandanganku masih kabur dan sedikit demi sedikit cahaya mulai membantu memantulkan spektrumnya. Kucari suara dentingan jam yang ternyata ada disebelah kiri atas kamar rawatku. Pukul 1.00 dini hari entah hari apa itu, hari terakhir yang kuingat adalah selasa ketika langkah cepatku menuruni bukit terhenti karena tersandung sesuatu, setelah itu aku sudah tak sadarkan diri.
Kuputar wajah kesebelah kanan, kulihat jilbab ungunya menjagaku entah sudah berapa lama. Tertidur pulas, entah bermimpi seberapa jauh. Namun dalam kedekatan yang begitu hangat itu aku berjanji dan juga bermimpi untuk tetap menunggumu yang telah berhasil menungguku, disampingmu yang mampu bertahan disampingku, dan bersamamu disaat bahkan kau tidak akan pernah tahu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar