Jumat, 28 April 2017

Waktuku Se-pekan

[Me-manage Perasaan]


Ceritaku bermula kurang lebih 6 pekan hitungan mundur kala ini. Keberanian ku menghubungi nya saat itu ketika pembagian boncengan yang kudapati tidak semenarik yg kubayangkan. Kuhubungi dia, meminta bertukar pasangan boncengan agar kami berbarengan. Obrolan kami melalui gawai berlanjut hingga tengah malam, dan malam-malam selanjutnya. Kebetulan sekali, 2 pekan pertama kedekatan kami bersamaan dengan ujian tengah semester. Telepon-menelpon menyelingi obrolan-obrolan agar tetap terjaga untuk mengejar materi yang di ujikan.
Pelatihan-pelatihan yang kami lewati dimana kami saling menjaga dan saling mengingatkan dengan jelas menunjukkan kedekatan kami. Aku sempurna percaya bahwa dia merespon ku dengan baik. Pekan ketiga kedekatan masih berlanjut, namun aku akhirnya menjauh pada pertengahan pekan karena termakan gosip yang kebenarannya tentu saja belum terbukti. Aku sangat kecewa mendengar gosip itu, entah mengapa padahal hanya sekedar gosip. Akhirnya kuputuskan untuk fokus ke program kerja organisasi lainku yang tidak ada dia.
Menghilang dari satu organisasi ke organisasi lain adalah salah satu keuntungan mempunyai banyak organisasi. Melupakan sejenak hiruk pikuk kejenuhan, mencari sumber inspirasi baru.
Pekan keempat dan kelima aku sempurna betul menjauh, mulai dari frekuensi obrolan di sosial media yang tidak pernah lagi hingga menghapus akun-akun sosmed nya yang ada di akunku.
Hingga akhirnya aku telat mengetahui bahwa dia telah mengalami kecelakaan. Aku kaget, bagaimana mungkin dia tidak memberitahu ku. Padahal dalam beberapa hari kami akan menjalani pelatihan panjat tebing yang notabene membutuhkan kondisi fisik yang prima. Akhirnya aku kembali memikirkannya, berjanji berusaha sebisa mungkin menjaga nya ketika di lapangan.
Hari lapangan tiba, aku bingung mengapa aku di plot berangkat bersama cowok sedangkan dia bersama cewek. Bukankah bisa di tuker sehingga ada dua pasang cowok-cewek yang berboncengan? Pikiranku terus berpikir keras namun tidak mau menyangga ketentuan kordinatoor lapangan. Untung dia tidak berboncengan dengan cowok, aku tidak tahu betapa kusutnya mukaku karena cemburu.
Aku menjaganya sebisa yang kubisa, masih dengan jarak yang telah kami buat di 2 pekan terakhir. Namun sikapku benar-benar terlihat  masih sangat perhatian, walaupun tetap kujaga agar tidak seperhatian seperti diklat-diklat sebelumnya.
Diklat Climbing selesai di hari Minggu sore, namun dia pulang terlebih dahulu bersama salah satu senior kami di pagi hari. Aku cemburu, aku cemburu melihat mereka pulang bersama dalam satu motor. Tapi kenapa aku cemburu?
Setelah sampai di kampus dan beres mencuci alat, aku mengajaknya makan malam. Kami makan malam bertiga bersama sahabatnya, kuputuskan untuk tidak terlalu berinteraksi ketika menunggu hidangan tersaji, berpura-pura tidur karena kecapean. Sehabis makan, aku ingat momen itu, aku kangen momen dimana aku memboncengnya dan tertawa sepuas mungkin bersamanya.

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar